Bisnis.com, JAKARTA - Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) berkomitmen menjaga kualitas kredit seiring dengan penyaluran kredit yang kian gencar, sehingga tak akan menimbulkan kredit macet (non performing loan/NPL) di masa depan.
PT Bank Rakyat Indonesia misalnya, perusahaan mampu menjaga rasio NPL. Perseroan menekan kredit macet ke level di bawah 3 hingga akhir Juni 2023.
Direktur Utama BRI Sunarso menyampaikan NPL BRI menyentuh angka 2,95 persen pada akhir Juni 2023, angka ini membaik dibanding periode yang sama tahun lalu, yaitu 3,26 persen pada Juni 2022.
“Menurut saya, angka NPL 2,95 persen untuk bank [BRI] yang main di UMKM, ini menunjukkan kemampuan kita me-manage portofolio UMKM dengan baik. Sementara itu, NPL coverage kita juga sudah mencapai 248,54 persen,” ujarnya saat Paparan Kinerja BRI, Rabu (31/8/2023).
Sunaro menyampaikan di tengah ketidakpastian ekonomi global dan keputusan Bank Indonesia untuk menahan suku bunga acuan. Kini pihaknya menyiapkan respons yang strategis dengan terus mengukur likuiditas perbankan dan menyalurkan kredit secara pruden demi menjaga NPL.
Baca Juga
"Likuditas dan kredit masih aman untuk BBRI. Ini yang kita maksud just right liquidity, yang artinya likuiditas yang tidak berlebihan namun juga tidak kekurangan,” ucapnya.
BNI Tekan NPL jadi 2,5 Persen
Sementara itu, PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) mencatat sepanjang semester I/2023, rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) gross BNI turun 71 basis poin (bps) menjadi 2,5 persen.
Direktur Risk Management BNI David Pirzada mengatakan pihaknya melakukan pipeline management berdasarkan industry risk appetite, risk acceptance criteria hingga memperkuat underwriting proscess dengan melakukan pendalaman analisis kredit.
“Kami juga memperkuat rebalancing portfolio dan protocol crisis. Secara periodik, kami melakukan stress test dan sensitivity analysis terhadap peningkatan suku bunga, nilai tukar, serta harga komoditas,” sebutnya dalam Press Conference BNI, Selasa (25/7/2023).
Di tempat terpisah, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.(BMRI) pun konsisten menjaga kualitas aset di tengah ketidakpastian ekonomi global. Hal ini tercermin dari posisi non performing loan (NPL) bank only yang melandai ke level 1,53 persen per Juni 2023.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan posisi tersebut jauh lebih baik jika dibandingkan periode Juni 2022 di level 2,47 persen atau telah turun sebesar 94 basis poin (bps).
“Dalam menjaga kualitas aset, Bank Mandiri juga telah membentuk pencadangan yang memadai. Sampai dengan kuartal II/2023 kami telah menyiapkan pencadangan yang cukup, dengan NPL Coverage ratio bank only mencapai 342,2 persen, meningkat dari posisi kuartal II tahun sebelumnya yang sebesar 274,5 persen,” tuturnya.
Pada kesempatan terpisah, Corporate Secretary PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Rudi As Aturridha menyampaikan salah pendorong dari total penyaluran kredit berasal dari segmen UMKM. Di mana, total kredit per Juni 2023 di segmen ini sebesar Rp119,7 triliun, tumbuh 8,1 persen yoy, dan dengan kualitas terjaga yakni NPL sebesar 1,5 persen.
“Meskipun kami masih melihat potensi peningkatan risiko baik dari luar maupun dalam negeri, pihaknya terus melakukan perbaikan kualitas kredit,” ujar Rudi pada Bisnis, Rabu (31/8/2023)
Upaya BTN Tekan NPL
Tak hanya itu, langkah bersih-bersih kredit macet juga dilakukan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) yang mencatat hunian gedung apartemen menjadi penyumbang utama kenaikan bermasalah perusahaan. Hal ini tercermin dari rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) gross BBTN menebal 11 bps menjadi 3,66 persen pada Juni 2023.
Dampaknya NPL nett bank juga naik 71 bps menjadi 1,75 persen per akhir Juni 2023. Direktur Utama Bank BTN Nixon LP Napitupulu menyebut, pihaknya menargetkan menurunkan rasio NPL ke level 3,4 persen hingga akhir tahun nanti.
“Itu [apartemen] yang kami bangun secara agresif pada 2014-2017 mengalami penjualan drop, dan demand drop [sehingga mendorong kredit bermasalah]. Jadi, kami ingin mendorong kembali kampanye pembelian unit hunian gedung-gedung apartemen sehingga kembali menggairahkan bisnis sektor ini,” sebutnya.
Lebih lanjut, dirinya menuturkan BTN juga teah mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan penjualan sejumlah aset-aset kredit bermasalah (NPL)
"Pada umumnya yang kita jual adalah atau apartemen atau hotel yang sudah bermasalah. Kita harapkan terjadi dalam dua tahap ya. Pertama, penjualan aset NPL ini bisa terealisasi Rp1 triliun pada September. Lalu, di akhir tahun nanti Rp1 triliun lagi. Jadi, hasil penjualan NPL bisa keluar Rp2 triliun," katanya.
Selain mengandalkan penjualan aset bermasalah, BTN juga turut melakukan kesepakatan dengan IFG Life terkait pembayaran klaim-klaim tertunda sekitar Rp500 miliar yang ditargetkan selesai sebelum akhir tahun.
Tujuannya adalah agar keluarga dan ahli waris dapat dengan mudah menerima pelunasan kewajiban dari almarhum yang memiliki asuransi Jiwasraya.
"Kita mengharapkan adanya pembayaran dari yang sekarang lagi proses pembayaran dari ex Jiwasraya kurang lebih Rp500 miliar, sehingga keluarga ahli waris itu mudah-udahan sampai akhir tahun mendapatkan kepastian pelunasan kewajiban dari para almarum dan almarhumah yang asuransi nya ditutup pakai Jiwasraya. Ini lagi proses, mudah mudahan ini bisa kita selesaikan sebelum akhir tahun juga," tutupnya.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menyebut tantangan yang masih dihadapi bank masih seputar tren kenaikan suku bunga, perlambatan daya beli masyarakat dan fluktuasi harga komoditas.
Lebih lanjut, dia mengidentifikasi sektor-sektor yang memiliki potensi meningkatkan risiko NPL. Mulai dari sektor konstruksi, kredit kepemilikan rumah (KPR) non-PNS, korporasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
“[Bank] perlu tindakan antisipasi, termasuk evaluasi berkala terhadap portofolio kredit untuk mengidentifikasi risiko potensial, serta pendekatan yang lebih selektif dalam menyalurkan kredit kepada peminjam,” tutupnya.