Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengakhiri kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2024. Jelang berakhirnya kebijakan tersebut, OJK memastikan pencadangan perbankan cukup dalam mengantisipasi peningkatan kredit macet (non performing loan/NPL).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan berdasarkan data saat ini, rasio cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) perbankan rata-rata berada di atas 56%. Bahkan, menurutnya banyak bank yang mencatatkan CKPN di atas 60%.
"Jadi tidak perlu dikhawatirkan dan tidak ada goncangan di perbankan," kata Dian dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulanan OJK pada Senin (4/12/2023).
Seiring dengan berakhirnya restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2024, dikhawatirkan terjadi peningkatan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) perbankan. Namun, Dian mengatakan saat ini rasio NPL perbankan tetap terjaga.
Per Oktober 2023, NPL gross perbankan mencapai level 2,42% turun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya di level 2,72%. Adapun, NPL nett per Oktober 2023 mencapai level 0,77% turun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 0,78%.
Baca Juga
Meski begitu, OJK secara terus menerus melakukan monitoring dan mengingatkan bank agar waspada serta hati-hati atas perkembangan kondisi ekonomi global serta domestik.
Dian memastikan kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 berakhir pada Maret 2024. "Restrukturisasi sudah pasti tidak diperpanjang lagi, karena kita menjadi satu-satunya negara yang masih mempertahankan kondisi restrukturisasi dalam konteks Covid-19," ujarnya.
Sebelumnya, OJK telah memperpanjang restrukturisasi Covid-19 secara terbatas, yakni kepada tiga segmen dan wilayah tertentu saja hingga Maret 2024.
Tiga segmen yang diperpanjang restrukturisasinya adalah UMKM, penyediaan akomodasi dan makan-minum, serta beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar. Sementara, berdasarkan wilayah, OJK masih mempertimbangkan bahwa Provinsi Bali belum pulih sepenuhnya dari Covid-19.
Menjelang berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19, sejumlah bank pun memang telah ancang-ancang mempertebal pencadangan. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) misalnya mencatatkan rasio pencadangan NPL atau NPL coverage sebesar 324,5% pada September 2023. Rasio pencadangan NPL BNI itu melonjak 5.370 basis poin (bps) dibandingkan posisi September 2022 di level 270,8%.
Direktur Risk Management BNI David Pirzada mengatakan BNI memang tengah berupaya mempertebal pencadangannya tahun ini. "Kami konservatif dalam pembentukan pencadangan agar siap saat pencabutan stimulus OJK [Otoritas Jasa Keuangan] dalam restrukturisasi kredit Covid-19," katanya dalam paparan kinerja kuartal III/2023 pada Oktober lalu (31/10/2023).
Bank jumbo lainnya PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) juga mencatatkan peningkatan pencadangan NPL-nya. Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan dalam upayanya menjaga kualitas aset, Bank Mandiri memang telah membentuk pencadangan yang memadai.
“Sampai dengan September 2023 kami telah menyiapkan pencadangan yang cukup, dengan NPL Coverage ratio bank only mencapai 339,34%, meningkat dari posisi September 2022 yang sebesar 292,28%,” kata Darmawan.