Bisnis.com, JAKARTA – Bank Sentral Amerika Serikat (AS), the Fed, kembali mempertahankan suku bunga pada tingkat 5,25-5,5% dalam pertemuan terakhir pada Desember 2023. Pada hari Rabu (13/12/2023) waktu setempat, The Fed mengindikasikan fase pengetatan melalui suku bunga tinggi telah berakhir. Otoritas moneter dari AS itu mengisyaratkan bahwa penurunan suku bunga akan terjadi pada 2024.
Kepala Ekonomi Bank Mandiri Andry Asmoro menyampaikan kebijakan mempertahankan suku bunga ini merupakan yang ketiga kalinya dalam 3 pertemuan terakhir.
The Fed menyatakan indikator-indikator terbaru menunjukkan pertumbuhan ekonomi melambat, kenaikan lapangan kerja telah moderat tapi tetap kuat, dan tingkat pengangguran tetap rendah. Selain itu, sistem perbankan AS sehat dan tangguh.
Andry menyampaikan, the Fed telah menaikkan suku bunga sebanyak 11 kali secara simultan dalam 2 tahun terakhir, laju pengetatan yang tercepat sejak awal 1980-an.
Seiring isyarat The Fed akan ada tiga kali pemangkasan suku bunga untuk tahun depan, lebih banyak dari yang diperkirakan oleh sebagian besar investor. Alhasil, indeks dolar AS turun ke 103,2, level terendah dalam lebih dari seminggu. Imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun juga tercatat turun di bawah 4,1%, terendah sejak awal Agustus. Perkembangan ini diharapkan dapat menjadi katalis positif bagi pasar keuangan Indonesia pada perdagangan hari ini.
“Yang memungkinkan nilai tukar rupiah terapresiasi terhadap dolar AS, penurunan imbal hasil obligasi, dan kenaikan pasar saham domestik,” katanya, Kamis (14/12/2023).
Baca Juga
Adapun, pedoman th Fed yang baru juga mengindikasikan pertumbuhan yang kuat pada 2023. Bank sentral melihat aktivitas ekonomi sedikit meredup tahun depan setelah pada 2023 menguat.
Pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan mencapai 2,6% pada akhir tahun ini, sedikit naik dari proyeksi September 2023, di mana produk domestik bruto riil akan tumbuh 2,1% tahun ini.
Anggota komite memperkirakan pertumbuhan PDB riil akan mencapai 1,4% pada akhir 2024, sedikit turun dari perkiraan sebelumnya sebesar 1,5%, sebelum meningkat ke 1,8% pada 2025 dan 1,9% pada 2026.
“Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak memperkirakan ekonomi AS akan memasuki resesi setidaknya selama 2 tahun,” kata Andry.