Bisnis.com, JAKARTA -- PT Eterindo Wahanatama Tbk. (ETWA) dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat setelah digugat PKPU oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI).
Adapun, pengumuman penetapan pailit ETWA ini dipublikasikan Harian Bisnis Indonesia edisi Jumat (26/1/2024). Keputusan pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga (PN) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 300/Pdt.Sus-PKPU/PN.Niaga.Jkt.Pst bertanggal 23 Januari 2023.
Selain ETWA, tiga anak usahanya pun turut masuk dalam gugatan PKPU dan dinyatakan pailit, yakni PT Anugerahinti Gemanusa, PT Maiska Bhumi Semesta, dan PT Malindo Persada Khatulistiwa. Ketiganya bukan perusahaan terbuka atau yang diperdagangkan sahamnya di BEI.
"Perseroan telah masuk dalam proses PKPU, berdasarkan adanya permohonan PKPU yang diajukan oleh salah satu kreditor, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. [BBRI]," tertulis dalam keterbukaan informasi ETWA, dikutip Jumat (26/1/2024).
Sebelumnya, melansir dari laporan keuangan, permasalahan ini bermula dari satu perjanjian grup seiring dengan kebijakan pemerintah Indonesia yang mewajibkan perusahaan perkebunan untuk membangun perkebunan inti rakyat.
“Sehubungan dengan kebijakan tersebut, PT Maiska Bhumi Semesta (MBS) dan PT Malindo Persada Khatulistiwa (MPK), yang disebut sebagai Perusahaan Inti, memiliki komitmen dengan Koperasi Unit Desa (KUD) yang mewadahi petani plasma untuk mengembangkan perkebunan plasma,” tulis manajemen yang dikutip Bisnis, Jumat (26/1/2024).
Baca Juga
Lalu, pembiayaan atas pengembangan perkebunan plasma ini diperoleh melalui pinjaman dari BRI.
Rinciannya, pada 12 Juli 2012, MBS, Entitas Anak memperoleh Fasilitas Kredit Investasi (KI) kebun inti dari BRI dengan total batas pinjaman sebesar Rp336 miliar, yang terdiri dari KI pokok kebun inti sebesar Rp292 miliar dan KI IDC sebesar Rp44 miliar.
Kredit ini dikenakan tingkat bunga sebesar 11% per tahun dengan reviu setiap bulan sesuai ketentuan suku bunga yang berlaku di BRI. Pada tanggal 1 Juli 2014, BRI merubah suku bunga menjadi 12% per tahun.
Kemudian, MPK memperoleh fasilitas KI kebun inti seluas 8.400 Ha (neto) dari BRI dengan total batas pinjaman sebesar Rp348.800.000.000, yang terdiri dari KI pokok kebun inti sebesar Rp292 miliar dan KI IDC sebesar Rp56,8 miliar.
Kredit ini juga dikenakan tingkat bunga sebesar 11% per tahun dengan reviu setiap bulan sesuai ketentuan suku bunga yang berlaku di BRI. Pada tanggal 1 Juli 2014, BRI mengubah suku bunga menjadi 12% per tahun.
Adapun, tanaman kelapa sawit milik MPK dan MBS dijadikan jaminan atas fasilitas kredit investasi yang diperoleh dari BRI.
Nantinya, pada saat perkebunan plasma telah menghasilkan, maka petani plasma berkewajiban untuk menjual seluruh hasil perkebunan tersebut kepada Perusahaan Inti, dan melunasi angsuran fasilitas kredit investasi yang diperoleh dari bank sesuai dengan skema pengembangan perkebunan plasma menggunakan dana yang dipotong dari hasil penjualan panen plasma perkebunan.
Tak hanya itu, PT Anugerahinti Gemanusa (AG) ada tanggal 20 Februari 2013, memperoleh fasilitas kredit investasi dari BRI dengan jumlah maksimum sebesar Rp101,43 miliar. Fasilitas ini digunakan untuk mengembangkan pabrik biodiesel, methanol dan gliserin sesuai perjanjian antara AG dan Hudson Delphi Enginering and Construction.
Masih melansir laporan yang sama, terhitung utang jangka panjang yang dimiliki Grup pada BRI mencapai Rp817,99 miliar per September 2023, angka ini berkurang dari Rp822,53 miliar pada Desember 2022.
Terakhir, pada 15 Juni 2021, Grup merestrukturisasi faislitas pinjaman pada BRI. Saat itu, BRI memberikan keringanan bunga dan tunggakan denda masing-masing 50% dan 75%