Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BPR Yakin Segmen UMKM Tetap Loyal Meski Ada Bank Digital

Pelaku usaha meyakini pasar UMKM tetap akan loyal dengan BPR dengan dan tidak akan beralih ke bank digital di tengah era digitalisasi
Logo BPR/Perbarindo
Logo BPR/Perbarindo

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) meyakini segmen UMKM akan tetap loyal kendati bank digital makin ekspansif di tengah era digitalisasi saat ini. 

Founder & CEO BPR Kas Rio Christian menilai lahirnya baik bank digital maupun bank umum tidak secara langsung mengganggu prospek bisnis BPR. Dia meyakini mana masing – masing bank telah memiliki segmen dan ceruknya.

“Saya secara pribadi melihat, Segmen BPR, tetap kepada pelaku UMKM kecil dan menengah, dan yang berusia muda atau generasi milenial ke atas,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip, Jumat (16/2/2024).

Alhasil menurutnya strategi pengembangan BPR ke-depan, akan bergantung dari manajemen tiap BPR melihat peluang dan tantangan di daerahnya masing-masing.

Dia menggambarkan untuk wilayah Bali, Industri BPR memiliki kinerja Non Performing Loan atau NPL yang rendah sebelum pandemi Covid-19 mengguncang pariwisata Bali. Hal ini dikarenakan Pariwisata dan jasa sebagai satu-satunya tulang punggung perekonomian di Bali. Namun selama dan setelah pandemi, NPL BPR di wilayah ini meningkat.

Pandemi, sebutnya, telah berdampak terhadap kemampuan bayar pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang lebih rendah.

Sebagai gambaran, NPL BPR Kas pada 2022 mencapai 2,34% tetapi pada 2023 justru mengalami peningkatan NPL menjadi 3,93%. Peningkatan tersebut dipicu oleh kondisi ekonomi wilayah Bali yang belum pulih pasca pandemi. Sisi lain fokus penyaluran kredit sebagian besar masih dilakukan untuk sektor perdagangan jasa, akomodasi pariwisata. Dengan sektor tersebut yang juga menyumbang NPL besar, BPR Kas berusaha untuk mengambil kue pasar bank umum yang lebih besar dengan pembiayaan bersama BPR lainnya.

Dia mengungkapkan untuk menekan risiko NPL, BPR Kas kini lebih memfokuskan penyaluran kredit konsumen dengan mengambil pasar debitur yang juga ada di bank umum. Dia hanya memberikan fasilitas pinjaman yang tujuannya merupakan tambahan kredit.

Selain itu, tingkat suku bunga yang diberikan juga kompetitif mirip dengan Bank Umum Kegiatan Usaha I atau BUKU I dan II.

“Kemudian kami  mencoba melakukan upaya kredit sindikasi, pembiayaan kepada debitur dengan beberapa BPR membiayai secara bareng-bareng. Ini dilakukan agar bisa menyalurkan plafon kredit dengan nominal yang lebih tinggi.” Imbuhnya.

Terkait proses itu, pihaknya melakukan digitalisasi dengan menggunakan website agar bisa menawarkan debiturnya ke BPR yang menjadi rekanan  di wilayah lain sekaligus agar bisa melakukan pembiayaan ke luar Bali.

“Kami juga melakukan pembiayaan rumah untuk milenial. Mengingat di Indonesia yang akan jadi generasi penggerak ekonomi generasi tersebut. Sehingga mereka sudah butuh yang namanya rumah. Untuk pengadaannya, kami juga dibantu supporting SMF grup . Itu cara kami tetep survive,” terangnya.

Sejalan dengan NPL, penyaluran kredit BPR Kas pada 2023 juga tidak mengalami penambahan signifikan, yakni sebesar Rp133 miliar, dibandingkan dengan pada 2022 senilai Rp132 miliar. Kondisi dikarenakan adanya nominal penyaluran yang secara bersamaan juga adanya pelunasan kredit bermasalah.

Rio pun memprediksikan dengan besarnya kemungkinan program restrukturisasi dari pemerintah untuk pemulihan pandemi yang tak diperpanjang mulai Maret ini akan mendorong peningkatan NPL lebih besar.

Tak hanya itu, melihat kondisi ekonomi nasional  dan berlangsung pemilu berpengaruh terhadap iklim investasi pembangunan hotel dan villa di Bali dalam kondisi wait and see. Ini juga memberi pengaruh ke perekonomian Bali. Selain itu situasi internasional seperti kondisi perang juga membuat kunjungan wisatawan internasional belum pulih di Bali.

“Kami pun hanya menargetkan penyaluran kredit dan kegiatan intermediasi lainnya di angka 10% -15% pada tahun ini,” ujarnya.

Dia menuturkan tantangan bisnis BPR ke-depan yang harus dihadapi adalah bagaimana Lembaga keuangan BPR dapat relevan terkait perkembangan zaman.

Menurutnya supaya bisa menjadi relevan dengan perkembangan zaman, setidaknya ada beberapa tantangan yang harus teratasi oleh BPR. Pertama, sebutnya, soal penguatan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM). Kedua terkait dengan penguatan permodalan, Ketiga adalah penguatan infrastruktur pendukung atau Teknologi Informasi dan Digitalisasi.

“BPR kedepan, harusnya menjadi lembaga keuangan modern, profesional dan melek digitalisasi,” ujarnya.

Dari sisi regulasi, kata dia, hal ini juga tercermin dari terbitnya UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan(UU P2SK). Menurutnya, dalam UU tersebut, lembaga BPR telah diberikan ruang untuk berinovasi terkait produk dan bisnis turunan lainnya, dan berkembang menjadi besar. Bahkan bisa sampai melakukan Initial Public Offering atau IPO. Namun stakeholder BPR masih menunggu aturan turunannya berupa POJK.

Direktur Utama BPR Kanti Made Arya Amitaba menjelaskan saat ini BPR harus dikembalikan kepada khittahnya sebagai bank yang tumbuh dan ada di tengah-tengah masyarakat yang memfasilitasi akses permodalan kepada masyarakat nonbankable dan tidak layak sesuai persyaratan perbankan.

“Saat ini, saya cenderung melihat BPR mengarah kepada miniatur bank umum sehingga regulasinya mengadopsi regulasi bank umum yang tentu akan menyasar nasabah yang bankable,” katanya.  

Dia mengharapkan prinsip pengawasan dan pembinaan kepada BPR lebih diarahkan ke principle based dan tidak lagi ke role based sehingga BPR lebih bisa memberikan, melakukan inovasi dan membuat produk – produk  yang tentunya telah melalui kajian mitigasi risikonya walaupun secara regulasi belum ada.

Dulunya, dia menjelaskan bahwa BPR diatur melalui regulator yakni Bank Indonesia dengan memisahkan dengan bank umum yang dihandle oleh direktorat khusus yang mengatur perbankan BPR yaitu (Direktorat, Pengawasan dan Pengaturan BPR atau DPBPR.

Dengan demikian, dia berpendapat hal itu lebih fokus dalam pengaturan dan pembinaan pengembangan BPR sebagaimana khittah kelahirannya BPR. Salah satunya dalam perlakuan akuntansi Perbankan menggunakan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Privat atau SAK ETAP yang berbeda dengan bank umum yang menggunakan SAK 55

“Jadi kembalikan pengaturan dan pengawasan pembinaan BPR kepada direktorat yang khusus mengatur BPR,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper