Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak Covid-19 berakhir pada 31 Maret 2024.
Adapun, selama empat tahun implementasi, pemanfaatan stimulus restrukturisasi kredit ini telah mencapai Rp830,2 triliun, yang diberikan kepada 6,68 juta debitur pada Oktober 2020, yang merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.
Sebanyak 75% dari total debitur penerima stimulus adalah segmen UMKM, atau sebanyak 4,96 juta debitur dengan total outstanding Rp348,8 triliun.
“Sejalan dengan pemulihan ekonomi yang terjadi, tren kredit restrukturisasi kredit terus mengalami penurunan baik dari sisi outstanding maupun jumlah debitur,” tulis OJK dalam laporannya yang dikutip pada Minggu, (31/3/2024)
Tercatat, pada Januari 2024, outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 telah menurun signifikan menjadi sebesar Rp251,2 triliun yang diberikan kepada 977.000 debitur.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan dalam menghadapi berakhirnya kebijakan stimulus Covid-19, OJK telah mempertimbangkan seluruh aspek secara mendalam.
OJK telah melihat kesiapan industri perbankan, kondisi ekonomi secara makro dan sektoral, serta menjaga kepatuhan terhadap standar internasional.
Berdasarkan evaluasi dan laporan uji ketahanan perbankan menjelang berakhirnya stimulus, OJK mengungkapkan potensi kenaikan risiko kredit (NPL) dan ketahanan perbankan diproyeksikan masih terjaga dengan sangat baik.
“Outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 perbankan terus mengalami penurunan namun tingkat pencadangan [CKPN] yang dibentuk Bank terus meningkat, melebihi periode sebelum pandemi,” kata Dian dalam keterangan tertulis, Minggu (31/3/2024)
Menurutnya, kondisi ini merupakan cerminan kesiapan perbankan yang dinilai telah kembali pada kondisi normal secara terkendali (soft landing) mengakhiri periode stimulus.
Di sisi lain, seiring dengan pandemi yang mereda dan pencabutan status pandemi oleh Pemerintah, perekonomian Indonesia di hampir seluruh sektor juga kembali pulih dengan pertumbuhan 5,04% pada tahun 2023.
Dian menambahkan bahwa dengan mempertimbangkan hal-hal di atas, kebijakan stimulus OJK yang merupakan kebijakan sangat penting (landmark policy) dalam menjaga ketahanan sektor perbankan selama masa pandemi, berakhir sesuai dengan masa berlakunya.
“Kontribusi ini merupakan success story kontribusi signifikan sektor perbankan menopang perekonomian nasional melewati periode pandemi Covid-19,” katanya
Untuk memastikan kelancaran normalisasi kebijakan tersebut, dia mengatakan bank tetap dapat melanjutkan restrukturisasi kredit Covid-19 yang sudah berjalan.
Sedangkan permintaan restrukturisasi kredit baru dapat dilakukan dengan mengacu pada kebijakan normal yang berlaku, yaitu POJK No. 40/2019 tentang Kualitas Aset.
Dengan demikian, integritas laporan keuangan perbankan diharapkan akan semakin baik dan dapat sepenuhnya mengacu pada praktik terbaik yang berlaku (best practice) standar keuangan.
"Seiring dengan hal tersebut, OJK senantiasa melakukan langkah pengawasan [supervisory action] untuk memastikan kesiapan setiap bank secara individu," imbuhnya.