Bisnis.com, JAKARTA — Emiten bank jumbo seperti PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) hingga PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) mencatatkan kinerja harga saham yang moncer usai sempat rontok beberapa pekan. Lantas, seperti apa prospeknya?
Berdasarkan data RTI Business, harga saham BBCA naik 1,56% pada penutupan perdagangan pekan ini, Jumat (19/5/2024) dan terparkir di level Rp9.750. Harga saham BBCA juga naik 4% dalam sepekan terakhir.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) mencatatkan peningkatan harga saham 3,54% pada penutupan perdagangan minggu ini ke level Rp6.575. Dalam sepekan, harga saham BMRI terparkir di zona hijau yakni 4,78%
Kemudian, harga saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) mengalami kenaikan 1,65% ke level Rp4.920 pada penutupan perdagangan pekan ini. Dalam sepekan, harga saham BBRI naik 5,13%.
Sedangkan, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) memang mencatatkan penurunan harga saham 0,48% ke level Rp5.175 pada penutupan perdagangan akhir pekan ini. Namun, harga saham BBNI naik 10,81% dalam sepekan terakhir.
CEO Jooara Rencana Keuangan Gembong Suwito menilai kinerja saham big bank mengalami teknikal rebound setelah mengalami penurunan yang drastis selama 1,5 bulan terakhir.
Baca Juga
“Saat ini, keempat bank jumbo ini secara valuasi menarik karena sudah undervalue, misalnya BBRI dan BBNI. Jadi, walaupun investor asing masih outflow, namun investor lokal sudah anggap [saham] menarik. Secara teknikal sudah mulai tren naik,” ucapnya pada Bisnis, Minggu (19/5/2024)
Sebagai informasi, pada pekan depan perdagangan Bursa hanya berlangsung selama tiga hari, sebab ada libur terkait Hari Raya Waisak pada 23 Mei 2024, dan cuti bersama pada 24 Mei 2024.
Adapun, para pelaku pasar memprediksi bahwa BI akan menahan suku bunga acuan di level saat ini 6,25%, setelah mengerek suku bunga 25 basis poin (bps) secara tak terduga pada April 2024 untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
"Sikap baru Bank Indonesia juga akan diperhatikan pekan depan. Tapi kemungkinan BI akan mempertahankan kebijakan moneternya karena tekanan dari eksternal sudah berkurang," ujar Pengamat Pasar Keuangan Ariston Tjendra kepada Bisnis, dikutip Minggu (19/5/2024).
Sementara itu, dari sentimen global, pasar masih belum yakin bahwa pemangkasan suku bunga acuan AS akan segera terjadi sehingga dolar AS balik menguat lagi pada akhir pekan kemarin. Sejauh ini The Fed masih menahan suku bunga di kisaran 5,25%-5,5%.
Berdasarkan riset Maybank Sekuritas yang dirilis baru-baru ini, tercatat pada kuartal I/2024 kredit secara industri tetap kuat, tumbuh sebesar 12,4% secara tahunan dibanding periode yang sama tahun lalu
"Kami yakin pertumbuhan yang kuat ini akan melambat sepanjang tahun, dan memperkirakan pertumbuhan pinjaman sebesar 10% YoY pada 2024,,” tulis kedua analis Jeffrosenberg Chenlim dan Faiq Asad yang dikutip Minggu (19/5/2024)
Pihaknya pun tengah mengkhawatirkan adanya tekanan kompresi margin bunga bersih (net interest margin/NIM) yang berkelanjutan akibat likuiditas yang lebih ketat.
“Sebagai hasilnya, kami lebih memilih bank-bank yang lebih tangguh dengan biaya pendanaan yang lebih rendah dan kualitas pemberian pinjaman yang kuat. Urutan rekomendasi kami adalah BBCA, BRIS, BMRI, BBRI, dan BBNI,” ujarnya.