Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Ramal BI Rate 6,25% hingga Akhir Tahun, Ruang Penurunan Terbuka pada 2025

Suku bunga acuan atau BI Rate diproyeksikan akan tetap pada level 6,25% hingga akhir tahun, yang dipengaruhi oleh arah kebijakan The Fed.
Karyawan melintas didekat logo Bank Indonesia di Jakarta, Senin (30/12/2019). Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan melintas didekat logo Bank Indonesia di Jakarta, Senin (30/12/2019). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate pada level saat ini sebesar 6,25% hingga akhir 2024.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan bahwa arah kebijakan moneter BI, khususnya terkait suku bunga kebijakan akan sangat bergantung pada perkembangan ekonomi global, terutama di Amerika Serikat (AS) dan Timur Tengah. 

Sebelum Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada April 2024, Josua menjelaskan bahwa BI mengindikasikan bahwa keputusan untuk menurunkan BI-Rate tidak akan dipengaruhi oleh keputusan suku bunga acuan the Fed, bank sentral AS. 

Namun demikian, imbuhnya, pada RDG April lalu, sinyal dari arah kebijakan BI tampaknya berubah. Dengan demikian, pergerakan BI-Rate ke depan menurutnya akan sangat dipengaruhi oleh perubahan suku bunga kebijakan the Fed. 

Peluang penurunan BI-Rate kata Josua akan muncul ketika the Fed mulai menurunkan suku bunga acuannya.

“Oleh karena itu, karena kami memperkirakan bahwa the Fed hanya akan menurunkan Fed Funds Rate [FFR] sebesar 25 basis poin pada Desember 2024, dan kami memperkirakan BI akan mempertahankan BI-Rate pada level saat ini di 6,25% hingga akhir 2024,” katanya kepada Bisnis, Kamis (23/4/2024).

Josua mengatakan dengan kondisi tersebut kemungkinan penurunan suku bunga acuan BI baru akan terbuka pada 2025.

Sebagaimana diketahui, BI pada RDG Mei 2024 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan pada level 6,25%.

Josua menyampaikan, keputusan tersebut sesuai perkiraan sebelumnya, yang mana BI mempertimbangkan risiko dari skenario kebijakan Fed yang higher for longer.

Dia mengingatkan, risiko dari eksternal dan domestik tetap ada. Dari sisi global, sinyal dari banyak pejabat the Fed masih menunjukkan sinyal bahwa Fed tidak terburu-buru menurunkan suku bunga kebijakan FFR meskipun proses disinflasi di AS masih berlanjut. 

“Hal ini dapat membatasi sentimen risk-on yang saat ini sedang meningkat dan dengan demikian membatasi potensi aliran modal masuk,” katanya.

Sementara dari dalam negeri, penyempitan surplus perdagangan yang berimplikasi pada pelebaran defisit neraca transaksi berjalan di kuartal pertama 2024 juga menjadi perhatian. 

Risiko dari pelebaran defisit diperkirakan berlanjut pada kuartal II/2024, terutama didorong oleh pola musiman dari puncak pembayaran instrumen keuangan Indonesia kepada non-residen di setiap kuartal kedua. 

“Oleh karena itu, permintaan domestik terhadap dolar AS tetap tinggi, sehingga menimbulkan risiko terhadap stabilitas nilai tukar rupiah,” tutur Josua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper