Bisnis.com, JAKARTA - Laju penyaluran kredit ke sektor pertambangan dan penggalian terus mengalami lonjakan, seiring upaya perbankan yang gencar menyalurkan pembiayaan hijau untuk transisi ke arah keberlanjutan.
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran kredit ke sektor pertambangan mencapai Rp307,84 triliun per Maret 2024, tumbuh 29,77% yoy ketimbang tahun lalu Rp237,22 triliun.
Adapun, apabila ditilik secara bulanan, kredit pada sektor ini naik Rp8,13 triliun dari Februari 2024 yang senilai Rp299,71 triliun.
Kemudian, dari sisi rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) sektor pertambangan dan penggalian tercatat mengalami perbaikan dari 2,31% per Maret 2023 menjadi 1,24% dengan nominal NPL sebesar Rp3,81 triliun.
Baca Juga : Kredit Konsumer Melambat, Laju KPR Terhambat? |
---|
Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan penyaluran kredit ke sektor tambang khususnya batu bara sebenarnya masih dibayangi oleh risiko harga di pasar ekspor yang belum membaik.
Bahkan, dia menilai saat ini perbankan cenderung hati-hati dalam memberikan pembiayaan ke sektor ini.
Jika dilihat secara porsi, kredit pertambangan masih berada di bawah 5% secara industri dengan kontribusi pada pangsa pasar hanya 4,25%.
Sementara, kredit dengan pangsa pasar terbesar ada pada perdagangan besar dan eceran, lalu industri pengolahan serta pertanian, perburuan dan kehutanan. Masing-masing sebesar 16,1%; 15,58% dan 6,96%
“Secara year on year harga batu bara ada di teritori negatif. Prospek batu bara juga terganjal oleh rencana pensiun dini PLTU di dalam negeri, meskipun baru dua PLTU yakni Cirebon 1 dan Pelabuhan Ratu yang masuk list di rencana transisi Just Energy Transition Partnership [JETP],” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (12/6/2024).
PLTU Cirebon-1 dengan kapasitas 660 megawatt (MW) yang berlokasi di Jawa Barat rencananya akan dipensiunkan lebih awal melalui skema energy transition mechanism. Dok cirebonpower.co.id
Selain itu, kata Bhima, beberapa investor yang menjadi mitra bank domestik mulai menjauh dari batu bara karena komitmen terhadap pengurangan emisi karbon dalam portfolio investasinya.
Artinya, situasi ini pastinya perlahan menekan bank domestik untuk melakukan diversifikasi portofolio. Sementara di tambang nikel ada permasalahan soal oversupply dan kemampuan smelter yang terbatas dalam menyerap bijih nikel.
“Pengembangan teknologi baterai nonnikel juga berpengaruh terhadap minat perbankan untuk jor joran biayai nikel tahun depan,” imbuhnya.
Sejauh ini, Bhima menyebut peningkatan kredit terhadap sektor ini disebabkan adanya pembelian alat berat dan biaya operasional.
Kondisi Kredit Tambang di BCA
PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) melaporkan penyaluran kredit ke sektor pertambangan akan sejalan dengan perkembangan harga komoditas, yang dipengaruhi faktor-faktor fundamental seperti permintaan dan pasokan global.
EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F. Haryn menuturkan dengan demikian, prospek sektor ini ke depan bergantung kepada perekonomian global dan dinamika geopolitik.
“Pada prinsipnya BCA konsisten mendukung segala kebijakan pemerintah di berbagai sektor yang sesuai kaidah perbankan serta ketentuan hukum,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (12/6/2024).
Hera menyebut, saat ini perseroan memang memiliki portofolio pembiayaan ke debitur yang bergerak pada kegiatan hilirisasi pertambangan, di mana ini juga merupakan dukungan BCA terhadap ekosistem industri mobil listrik dan Energi Baru dan Terbarukan di Indonesia.
Sebagai informasi, kredit korporasi tercatat tumbuh 22,1% secara YoY menjadi Rp389,2 triliun pada periode yang sama. Sektor jasa keuangan dan pertambangan non-migas merupakan kontributor terbesar terhadap pertumbuhan kredit korporasi perseroan.
“Penyaluran kredit ke sektor pertambangan porsinya hanya sekitar 1% dari total portofolio pembiayaan BCA,” imbuhnya.
Dia pun mengatakan dalam menyalurkan kredit, BCA selalu menerapkan prinsip kehati-hatian dengan manajemen risiko yang disiplin.
“Kami memastikan selalu berkoordinasi dan berkomunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan, serta menerapkan tata kelola perusahaan yang baik,” ungkapnya.
Kredit Tambang di Bank Mandiri dan BNI
Dari kelompok Himbara, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) mencatat per Maret 2024 porsi penyaluran kredit ke batu bara mencapai 4,3% terhadap nilai kredit bank only.
Porsi ini meningkat dibandingkan dengan periode Maret 2023 yang hanya mencapai 2,8% terhadap total kredit bank only. Adapun, kredit bank only Bank Mandiri mencapai Rp1.113,89 triliun per Maret 2024.
Di sisi lain, Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) Royke Tumilaar kepada Bisnis mengatakan sejauh ini besaran perseroan dalam menyalurkan kredit ke sektor tambang berada di kisaran Rp41 triliun.
Adapun, apabila melihat presentasi perusahaan, perseroan mencatat peningkatan porsi kredit batu bara yang kini berada pada level 3,8% pada kuartal I/2024, dari sebelumnya 3,1% terhadap total kredit bank only.
Meski demikian, manajemen BNI memastikan dalam hal pembiayaan batu bara, perseroan melakukan pengawasan ketat sesuai dengan panduan, baik itu pertambangan batu bara dan usaha pendukungnya, seperti pedagang dan pemasok alat berat.
Mulai dari, pembiayaan untuk penambangan batu bara hanya diperuntukkan bagi Perusahaan Tingkat Atas yang memiliki praktik ESG yang baik hingga debitur setuju untuk mematuhi klausul perjanjian pinjaman bahwa mereka akan mematuhi semua peraturan lingkungan yang berlaku dan dokumentasi yang diperlukan.
“Kegagalan untuk memenuhi hal tersebut akan berdampak pada kelangsungan pinjaman,” tulis manajemen dalam presentasi perusahaan yang dikutip Rabu (12/6/2024).