Ketiadaan percepatan pertumbuhan pada akhirnya terefleksi pada kinerja indeks saham (dalam hal ini IHSG) yang hanya tumbuh sekitar 3% secara rata-rata tahunan dalam 10 tahun terakhir. Berhubungan dengan poin sebelumnya, selain aspek makro dan pasar keuangan secara umum, terdapat beberapa isu dari perspektif investor, terutama investor retail.
Keempat adalah adanya risiko kurangnya transparansi portofolio. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 17/POJK.04/2022 Tentang Pendoman Perilaku Manajer Investasi membuat investor hanya bisa mengetahui 10 portofolio investasi terbesar dari sebuah produk reksa dana saham.
Investor tidak dapat mengetahui keseluruhan kinerja dan strategi reksa dana saham yang dimiliki. Hal ini juga menimbulkan asymmetric information dan tidak simetrisnya asesmen risiko oleh investor.
Kelima, reksa dana saham memiliki waktu pembelian kembali atau lebih dikenal sebagai redemption (pencairan dana) yang relatif lebih lama ketimbang instrumen lain. Reksa dana saham sering kali memerlukan waktu pencairan dana selama 3 hingga 7 hari kerja, sehingga tidak memberikan kepastian kapan dana dapat diterima oleh investor.
Keenam, harga dan transaksi reksa dana saham tidak terjadi secara real-time. Harga reksa dana saham biasanya diperbaharui pada waktu akhir hari bursa, sebagaimana diatur dalam pasal mengenai “Harga Pembelian Unit Penyertaan”.
Secara keseluruhan, lanjutnya, reksa dana termasuk reksa dana saham, memiliki potensi berkembang yang cukup luas di Indonesia dan dapat mengakselerasi pendalaman pasar keuangan. Namun, perkembangan instrumen ini akan bergantung pada appetite investor.