Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Strategi Bank Menghalau Kredit Macet Rp163,26 Triliun

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kredit macet sektor perbankan mencapai Rp163,26 triliun per Maret 2024.
Arlina Laras, Fahmi Ahmad Burhan
Selasa, 18 Juni 2024 | 09:07
Potret Presiden Pertama Indonesia Sukarno dan Wakil Presiden Pertama Indonesia Mohammad Hatta dalam uang rupiah pecahan Rp100.000. - Bloomberg/Brent Lewin
Potret Presiden Pertama Indonesia Sukarno dan Wakil Presiden Pertama Indonesia Mohammad Hatta dalam uang rupiah pecahan Rp100.000. - Bloomberg/Brent Lewin

Bisnis.com, JAKARTA -- Rasio kredit macet (nonperforming loan/NPL) perbankan secara industri terus mengalami perbaikan. Meski demikian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyiapkan langkah antisipasi jika NPL bank mengalami pemburukan.

Berdasarkan Statistik Perbankan OJK, data menunjukkan NPL bank umum secara industri per Maret 2024 berada di level 2,25% atau sebesar Rp163,26 triliun. Angka ini menurun dari periode yang sama tahun lalu, yaitu 2,49%. Sementara itu, NPL net mencapai 0,77% per Maret 2024, dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 0,72%.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan ketika sebuah bank menunjukkan rasio prudensial yang rendah, OJK akan mendorong bank tersebut untuk segera menetapkan dan melaksanakan rencana aksi.

"Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi upaya yang telah, sedang, dan akan dilakukan bank guna meningkatkan kinerjanya dan memenuhi standar prudensial yang ditetapkan," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (14/6/2024).

Selain itu, OJK juga melakukan monitoring dan evaluasi atas komitmen dari pemegang saham bank, yang merupakan salah satu faktor penting dalam penguatan aspek permodalan bank.

Meski demikian, secara agregat, NPL perbankan menunjukkan penurunan secara bertahap pascapandemi. Dalam pengawasannya, OJK senantiasa mendorong bank untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam operasionalnya.

"Untuk melakukan pengawasan terhadap hal tersebut, OJK melakukan evaluasi berkala terhadap rasio-rasio prudensial yang menjadi fondasi penting dalam menilai kondisi sebuah bank," ujar Dian.

Rasio-rasio prudensial seperti NPL dan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) merupakan indikator penting yang menentukan langkah pengawasan. Evaluasi terhadap indikator-indikator ini memungkinkan OJK menetapkan strategi pengawasan bank.

Dalam kondisi normal, ketika sebuah bank menunjukkan rasio prudensial yang rendah, OJK akan mendorong bank tersebut untuk segera menetapkan dan melaksanakan rencana aksi. Tujuannya adalah untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi, dan realisasinya dievaluasi secara berkala oleh OJK.

Selain itu, komitmen dari pemegang saham bank merupakan salah satu faktor penting dalam rangka penguatan aspek permodalan bank yang senantiasa dimonitor dan dievaluasi.

Meski begitu, menurut Dian, keseluruhan bank di Indonesia masih mencatatkan NPL net dalam batas aman, yakni di bawah 5%. Adapun, rasio kredit bermasalah yang berada di atas 5% oleh beberapa bank itu merupakan NPL gross.

Dalam kondisi NPL net rendah, meski NPL gross tinggi, hal tersebut menunjukkan bank telah melakukan pencadangan atas kerugian kredit bermasalah, sehingga dampaknya terhadap permodalan sudah diantisipasi dengan baik.

NPL net sendiri telah dihitung dengan memasukkan unsur cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) perbankan. Alhasil, bank-bank di Indonesia tetap memiliki kualitas kredit yang aman.

Strategi Bank Bereskan NPL Tinggi

Bank seperti KB Bank (BBKP) hingga Bank Neo Commerce kian giat menurunkan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) agar bisa menyentuh level terendah.

PT Bank KB Bukopin Tbk. (BBKP) alias KB Bank misalnya masih bakal rajin menekan laju NPL agar berada di bawah 10% hingga akhir tahun 2024.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, rasio kredit bermasalah (NPL) gross KB Bank mencapai 9,92% per Maret 2024, dari periode yang sama tahun sebelumnya 6,98%. Saat laju kredit macet gross mendaki, NPL net susut tipis menjadi 4,93% dari 4,95%.

Corporate Relation Department Head KB Bank Adi Pribadi mengatakan dalam melakukan perbaikan fundamental dan kualitas aset, perseroan menjalankan pendekatan yang konservatif yakni dengan membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) sebagai antisipasi.

“Di sisi lain, upaya perbaikan kualitas aset tetap kami jalankan melalui sejumlah inisiatif, antara lain melalui penagihan intensif, penjualan agunan, cessie, penjulan melalui skema Asset Back Securities (ABS) dan hapus buku secara selektif,” ujarnya kepada Bisnis, beberapa waktu lalu (6/6/2024).

Dia juga mengungkapkan terkait tren kredit berisiko atau Loan at Risk (LaR) di perseroan kian mengalami perbaikan.

Di mana, setahun pasca KB Financial Group (KBFG) melalui KB Kookmin Bank menjadi pemegang saham pengendali, rasio LAR sempat menyentuh angka 65%. Lalu, rasio ini terus mengalami penurunan di tahun-tahun berikutnya masing-masing 50% pada akhir tahun 2022 dan di kisaran 40% pada akhir tahun 2023.

Penurunan ini terus berlanjut pada kuartal I/2024, di mana rasio LAR turun hingga dibawah 35% dan pada April 2024 rasio kembali mengalami perbaikan dengan turun di bawah 27%.

“KB Bank sendiri menargetkan untuk dapat terus memperbaiki kualitas aset dan menjaga rasio LAR di kisaran 20% pada akhir tahun 2024,” imbuh Adi.

Di sisi lain, ada pula bank yang mencatatkan NPL hampir ke level 4%, yakni PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB). BNC sendiri mencatatkan rasio kredit bermasalah NPL gross naik 41 bps ke level 3,94% dari 3,53%. Sementara, NPL net turun 137 bps menjadi 1,3% dari 2,67%

"Untuk NPL kami [target] at least di 3,5% gross ya maksimumnya," kata Direktur Bisnis BNC Aditya Windarwo dalam Media Group Interview beberapa waktu lalu.

Adapun, BBYB terus menjaga kualitas kredit yang disalurkan dengan lebih selektif dalam penyaluran kredit dan terus memperluas penyaluran kredit ke berbagai segmen nasabah, mulai dari individu, UMKM, dan korporasi, hal ini didasari atas optimistis perekonomian Indonesia yang akan terus tumbuh.

“Pertumbuhan ini adalah peluang bagi BNC untuk terus ekspansi penyaluran kreditnya,” ucap Adit dalam keterangan tertulis.

Lainnya, PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR) dengan NPL gross di level 10,26% per Maret 2024, naik 378 basis poin (bps) dari periode yang sama tahun sebelumnya 6,48%.

Meski demikan, NPL net AMAR berada di level 0,84% per Maret 2024, susut dari 1,84% per Maret 2023.

Senior Vice President Finance Amar Bank David Wirawan mengatakan bahwa NPL gross Bank Amar tinggi karena bank menargetkan sektor UMKM dan individu yang masih kurang terlayani serta masih memiliki akses terbatas terhadap layanan keuangan (underserved), sehingga memiliki profil risiko yang lebih tinggi.

“Hal ini mengingat model bisnis kami berbeda dari bank lain dengan berusaha melayani segmen UMKM dan individu melalui berbagai solusi keuangan inovatif, meskipun memahami risiko yang lebih besar," ujarnya kepada Bisnis.

Meski begitu, bank pun tetap menempatkan CKPN yang tinggi. “Hal ini terwujud dari prinsip kehati-hatian yang kami terapkan untuk meminimalkan risiko di setiap penyaluran kredit, dan akan terus kami lanjutkan kedepannya di setiap pengelolaan risiko,” ujarnya.

PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk. atau Bank Banten (BEKS) mencatatkan NPL gross sebesar 9,58% per Maret 2024, susut dari 9,62% per Maret 2023. NPL net BEKS juga susut dari 1,53% ke 1,47%.

Adapun, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch Amin Nurdin mengatakan penting bagi bank untuk bisa menjaga NPL di bawah 5% sesuai dengan regulasi. Jika tidak, maka bank yang ada bakal terpapar penurunan tingkat kesehatan.

Kata Amin, beberapa strategi yang bisa dilakukan perbankan meliputi penjualan aset yang bermasalah hingga ekspansi kredit yang berkualitas. Pasalnya, peningkatan portofolio kredit yang bagus akan turut menurunkan tingkat NPL yang ada.

“Menurut pengamatan saya pada 2024, mereka [bank yang mencatatkan NPL di atas 5%] akan berusaha menurunkan NPL yang mengarah ke perbaikan,” ucapnya.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper