Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memprioritaskan literasi keuangan di era digitalisasi sektor jasa keuangan. Sebab, muncul 'anak haram' di era tersebut, yakni pinjaman online (pinjol) ilegal dan judi online.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan pesatnya digitalisasi memberikan manfaat berupa kemudahan masyarakat dalam mengakses layanan keuangan. Namun, di sisi lain terdapat dampak negatif yang ada di masyarakat.
"Ada hal-hal yang tidak diinginkan. Mendengar korban pinjol ilegal, investasi bodong, belakangan ini ada pengaruh juga dari judi online. Ini 'anak haram' dari digitalisasi keuangan," kata Mahendra dalam acara Talkshow Edukasi Keuangan Bundaku pada Selasa (25/6/2024).
Oleh karena itu, OJK memprioritaskan literasi keuangan di masyarakat. Hal ini agar masyarakat paham atas risiko dari berbagai penawaran produk jasa keuangan, terutama yang bersifat ilegal.
Adapun, mengacu survei nasional literasi dan inklusi keuangan 2023, terdapat kesenjangan atau gap antara literasi keuangan dan inklusi keuangan. Tercatat, indeks inklusi keuangan Indonesia mencapai 75,02% pada 2023, namun literasi keuangan mencapai 65,4%. Artinya terdapat gap 9,6%.
Sementara itu, terkait pinjol ilegal, OJK melalui Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal atau (Satgas PASTI) telah menemukan dan memblokir 824 entitas keuangan ilegal pada periode April sampai dengan Mei 2024.
Baca Juga
Sebanyak 824 entitas tersebut terdiri dari 654 entitas pinjol ilegal di sejumlah situs dan aplikasi. Kemudian, 41 konten penawaran pinjaman pribadi (pinpri) yang berpotensi merugikan masyarakat dan melanggar ketentuan penyebaran data pribadi.
Satgas PASTI juga memblokir 129 tawaran investasi ilegal terkait penipuan yang dilakukan oleh oknum dengan modus meniru atau menduplikasi nama produk, situs, maupun sosial media milik entitas berizin dengan tujuan untuk melakukan penipuan (impersonation).
Untuk judi online, OJK telah melakukan pemblokiran 4.921 rekening bank dari data yang diterima dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
"Serta meminta perbankan dalam satu customer identification file yang sama. OJK juga menginstruksikan perbankan melakukan verifikasi termasuk tracing profiling yang terindikasi adanya transaksi judol [judi online],” ujar Mahendra.
Kemudian, OJK juga telah mamsukkan daftar rekening nasabah yang masuk dalam pusaran judol ke dalam sistem pencegahan pendanaan terorisme, sehingga mampu diakses jasa keuangan dan mempersempit ruang gerak pelaku judol.
Dalam upaya pemblokiran rekening judi online itu, OJK sendiri telah memiliki regulasi yang kuat. Mengacu kepada pasal 36A ayat (1) huruf c, angka 33 dalam Pasal 14 dan Pasal 52 ayat (4) huruf c angka 42 dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan, OJK berwenang memerintahkan bank untuk melakukan pemblokiran rekening tertentu.
Untuk terus memperkuat integritas sektor jasa keuangan, pada 14 Juni 2023 OJK juga telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 8 Tahun 2023 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal di Sektor Jasa Keuangan (POJK APU-PPT) yang merupakan bukti komitmen OJK dalam menjaga integritas sektor jasa keuangan.
POJK ini merupakan penyempurnaan dari POJK APU-PPT sebelumnya Nomor 12/POJK.01/2017 sebagaimana diubah melalui POJK Nomor 23/POJK.01/2019.
Selain itu, untuk penguatan penerapan tata kelola pada sisi industri perbankan, OJK juga telah menerbitkan POJK Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum untuk dapat berkembang secara sehat dan berkelanjutan dengan mengedepankan nilai, etika, prinsip, dan menjunjung tinggi integritas.