Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Ungkap Motif Serangan Siber, dari Iseng hingga Biaya Politik

OJK mengungkap motif pelaku kejahatan siber bervariasi, dari hanya iseng hingga yang masuk ke dalam kategori kejahatan serius demi keuntungan finansial.
Foto multiple exposure warga beraktivitas di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Minggu (31/12/2023). Arief Hermawan P
Foto multiple exposure warga beraktivitas di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Minggu (31/12/2023). Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Ancaman serangan siber makin berkembang hingga sulit dideteksi seiring dengan kemajuan teknologi. Bahkan, tujuan serangan siber kian beragam demi keuntungan finansial.

Kepala Otoritas Jasa Keuangan OJK Regional Satu Jabodebek dan Banten Roberto Akyuwen mengatakan apabila dulu serangan ransomware hanya bertujuan untuk memperoleh uang tebusan, di mana setelah pembayaran, masalah terselesaikan. Namun, sekarang pelaku kejahatan siber mampu mengganggu sistem perbankan tanpa diduga. 

“Ada yang hanya sekadar iseng dan ada juga yang masuk ke dalam kategori kejahatan serius demi keuntungan finansial. Keuntungan tersebut digunakan untuk berbagai keperluan, seperti profit pribadi hingga biaya politik,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (10/7/2024)

Lebih lanjut, dia menyebut  industri perbankan akan terus menjadi sasaran serangan siber yang makin canggih. Salah satu sasaran dari serangan siber perbankan saat ini adalah rantai suplai (supply chain attacks).

“Kalau dulu dia [serangan siber] lebih mendekati end user, atau core system bank. Sekarang, karena kita terpapar dengan banyak sistem. Ketika core banking system meningkat, biasanya kita tingkatkan kapasitasnya. Ini yang membuat kita lebih terekspose, mendatangkan risiko serangan siber,” ucapnya.

Dia melanjutkan, dalam melawan serangan siber tersebut, memang ada konsekuensi yang harus ditanggung perbankan. Pasalnya, serangan siber di sektor keuangan hampir tiga kali lebih banyak dibandingkan industri lainnya.

“Ada tren keamanan siber untuk menggambarkan tentang konsekuensi yang harus ditanggung oleh suata lembaga jasa keuangan khususnya bank ketika berhadapan dengan serangan siber,” ujar Roberto.

Adapun, insiden kebocoran data dapat menyebabkan peningkatan biaya yang sangat besar bagi perbankan. Selain itu, untuk mengimplementasikan dan mengelola infrastruktur keamanan siber, diperkirakan akan meningkat lebih dari 40% pada 2025.

Kemudian, bank perlu meningkatkan penggunaan biometrik dan token, karena bank-bank mulai mengenalinya sebagai suatu solusi yang berguna dalam pengendalian keamanan pembayaran.

“Para nasabah mulai menggunakan biometrik untuk aktivitas-aktivitas perbankan, seperti otentifikasi pada mobile banking, melakukan transaksi pada ATM, dan pembayaran,” jelasnya.

Ke depannya, kata Roberto, nasabah juga akan lebih memilih jalur digital. Untuk itu, bank-bank perlu menyediakan pula otentifikasi dan proses pengendalian akses yang lebih canggih. 

“Tentunya hal tersebut tanpa mengorbankan pengalaman nasabah,” tutup Roberto.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper