Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) buka suara terkait suku bunga atau imbal hasil dari instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang lebih menarik ketimbang Surat Berharga Negara (SBN) milik pemerintah.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan bahwa rupiah cukup tertekan akibat kaburnya modal asing SBN tempo hari kala meletupnya lagi konflik di Timur Tengah. Meski sekarang sudah mulai pulih, SBN yang masuk masih terbatas.
“Untuk melindungi kita dari spillover, Fed Fund Rate, yield US Treasury, maupun dolar, makanya kami mengarahkan SRBI bisa lebih tinggi. Kalau yield US Treasury lebih tinggi, makanya yield SRBI harus lebih kompetitif,” ungkapnya dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Rabu (17/7/2024).
Pada dasarnya, SRBI menjadi alat untuk menstabilkan rupiah yang BI luncurkan pada pertengahan September 2023 lalu.
Surat berharga ini merupakan surat utang jangka pendek Bank Indonesia dengan jaminan SBN yang dibeli dari pemerintah.
Tercatat kini suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan per tanggal 12 Juli 2024 tercatat masing-masing pada level 7,30%, 7,39%, dan 7,43%.
Baca Juga
Padahal, pada bulan lalu, suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan pada tanggal 14 Juni 2024 tercatat menarik masing-masing pada level 7,16%, 7,28%, dan 7,35%,
Membandingkan dengan imbal hasil SBN tenor 2 dan 10 tahun relatif stabil, per 16 Juli 2024 masing-masing sebesar 6,68% dan 6,95%, di tengah yield US Treasury dan premi risiko pasar keuangan global yang masih tinggi.
Perry pun menekankan bahwa kebijakan ini telah berkoordinasi dengan Sri Mulyani Indrawati selaku Menteri Keuangan.
Dirinya memastikan apabila terdapat kenaikan yield SBN yang terlalu tinggi, pihaknya akan membeli dari pasar sekunder agar kenaikan yield SBN relative stabil.
“Sehingga untuk menjaga stabilitas nilai tukar, dalam jangka pendek ini yield SRBI memang perlu sejalan dengan globa supaya terjadi inflow,” jelasnya.
Sebelumnya, Bank Dunia menyoroti instrumen baru Bank Indonesia yang ditujukan untuk menjaga stabilitas cadangan devisa di dalam negeri, yaitu Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Berdasarkan laporan Indonesia Economic Prospects Bank Dunia Edisi Juni 2024, pengenalan instrumen SRBI dinilai telah menimbulkan konsekuensi yang sebelumnya tidak terduga. Sebagai instrumen dengan imbal hasil yang lebih tinggi, SRBI dinilai telah menyaingi instrumen SBN yang diterbitkan oleh pemerintah.
Per 15 Juli 2024, posisi instrument SRBI tercatat senilai Rp775,45 triliun. Penerbitan SRBI telah mendukung aliran masuk portofolio asing ke dalam negeri, tecermin dari kepemilikan nonresiden yang mencapai Rp220,35 triliun (28,42% dari total outstanding).