Bisnis.com, JAKARTA - Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) kian laris manis di pasar dengan tingginya yield. Namun, pembelian SRBI oleh investor domestik yang lebih tinggi bisa memicu efek crowding out dan membuat likuiditas perbankan juga bisa semakin terkuras. Bank Indonesia (BI) pun buka suara.
Deputi Gubernur BI Doni P. Joewono mengatakan tidak ada crowding out dari SRBI ke kredit. Hal ini terlihat berdasarkan tren kredit Bank BUMN hingga kredit swasta nasional yang tergabung dalam KBMI III dan KBMI IV sejak Desember 2023 hingga Juni 2024 yang terus mengalami kenaikan.
“Jadi perkembangannya semua naik DPK naik, kredit naik dan SRBI naik. Betul ada sedikit alokasi dari SBN ke SRBI tapi ini tidak mengurangi komposisi bank bahwa dia tetap menjalankan fungsi untuk memberikan kredit jauh lebih banyak dibanding sebelumnya,” ujarnya dalam RDG Juli 2024, Rabu (17/7/2024).
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menambahkan bahwa aset bank terbagi menjadi tiga, yakni dalam bentuk kredit, alat likuid, dan penempatan ke BI.
Adapun, untuk bank-bank BUMN dari sisi aset, komposisi ke kredit pada Desember 2023 mencapai 68,01%, lalu pada Juni 2024 menjadi 71,9%. Sementara, KBMI III dan IV pada Desember 2023 sebesar 61,17% naik menjadi 63,28%.
Pada periode yang sama, komposisi atas penempatan ke BI pada Bank BUMN dari 9,03% turun menjadi 5,64%, lantaran ekspansi moneter. Kemudian, KBMI III dan KBMI IV dari semula 7,84% menjadi 6,14%. “Jadi, ini realokasi lebih banyak ke penyaluran kredit,” ujarnya.
Baca Juga
Berdasarkan data Bank Indonesia, kepemilikan perbankan terhadap SRBI per Juni mencapai Rp461,29 triliun, secara bulanan naik Rp76,74 triliun dari Mei 2024 yakni Rp384,55 triliun. Dengan capaian per Juni 2024, itu artinya SRBI perbankan mendominasi hingga 63,97% dari total keseluruhan SRBI yang diterbitkan.
Meski demikian, pertumbuhan kredit perbankan pada kuartal II/2024 mencapai level 12,36% secara tahunan (year on year/yoy). Pertumbuhan kredit sepanjang kuartal II/2024 itu didorong oleh sisi penawaran dan permintaan yang kuat.
Dari sisi penawaran, minat penyaluran kredit terjaga didukung oleh pertumbuhan DPK kuartal II/2024 sebesar 8,45% yoy. Selain itu, Perry menyebutkan pertumbuhan itu juga didorong oleh strategi realokasi alat likuid perbankan ke penyaluran kredit yang berlanjut dan didukung oleh kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) BI.
Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh permintaan dari korporasi sejalan dengan kinerja penjualan yang tetap tinggi dan kemampuan bayar yang tetap kuat.
Sementara itu, lanjutnya, permintaan kredit dari rumah tangga juga terjaga stabil, terutama dari kelas menengah-atas, seiring dengan ekspektasi penghasilan yang terjaga.