Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DPR Soroti Bank Himbara Berebut Likuiditas dengan Pemerintah & BI

Komisi VI DPR RI mengatakan bank Himbara dihadapi tantangan berebut likuiditas dengan pemerintah dan BI. Kok bisa?
Uang rupiah pecahan Rp100.000 dan Rp50.000. - Bloomberg/Brent Lewin
Uang rupiah pecahan Rp100.000 dan Rp50.000. - Bloomberg/Brent Lewin

Bisnis.com, JAKARTA – Komisi VI DPR RI menyinggung kesulitan yang dihadapi himpunan bank milik negara (Himbara) yang harus bersaing likuiditas dengan pemerintah atau Kementerian Keuangan serta Bank Indonesia (BI).

Anggota Komisi VI Jon Erizal mengatakan saat ini likuiditas di pasar memang sedang ketat seiring dengan tren suku bunga tinggi The Fed. Perbankan harus meraup pendanaan salah satunya dengan menerbitkan obligasi atau bond di samping meraup simpanan nasabah (dana pihak ketiga/DPK). 

Jika dulu bank hanya bersaing dengan pemerintah yang menerbitkan surat berharga negara (SBN), BI kini ikut meramaikan pasar obligasi lewat Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Instrumen tersebut dirilis bank sentral dalam rangka menaik aliran dana asing serta stabilisasi nilai tukar rupiah.

"Jadi, Himbara ini bersaing dengan negara juga, negara jual bond surat utang sendiri, kemudian bank-bank ini disuruh cari dana sendiri," katanya dalam rapat dengar pendapat Komisi VI DPR RI pada Senin (8/7/2024).

Adapun, yield yang ditawarkan oleh SBN menurutnya lebih tinggi dibandingkan obligasi yang ditawarkan perbankan.

"Persaingan ini sulit bagi perbankan," ujar Jon.

Apalagi, menurutnya, Federal Reserve atau The Fed diproyeksikan tidak akan menurunkan suku bunga acuannya pada tahun ini. Hal tersebut membawa tekanan likuiditas bagi perbankan. 

"Harus dipikirkan bagaimana perkembangan sumber dana ini. Banyak hal harus diantisipasi," tuturnya. 

Respons BNI dan BTN 

Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) Royke Tumilaar juga mengatakan saat ini, terjadi tren suku bunga acuan pada level yang tinggi dalam waktu yang lama atau higher for longer. The Fed sendiri masih mempertahankan bunga acuannya atau Fed Fund Rate di level 5,5%.

Kondisi tersebut akan berdampak terhadap pelemahan nilai tukar rupiah. Namun, meski rupiah terus melemah, nyatanya investor asing tetap masuk ke Indonesia.

Sementara, yang jadi tujuan investasi dari investor asing adalah SRBI. Di sisi lain, suku bunga acuan BI masih di level yang tinggi, di mana pada April 2024 telah mengalami kenaikan 25 basis poin (bps). Suku bunga SRBI pun naik sebesar 65 bps.

Hal tersebut memang menarik modal asing atau foreign inflow dan menstabilkan rupiah. Namun, di tengah kondisi tersebut, likuiditas rupiah terserap besar, di mana 70% melalui SRBI.

"Kesimpulannya, likuiditas ketat,” ungkap Royke dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI.

Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) Nixon L.P. Napitupulu juga menyatakan saat ini likuiditas sedang mahal. Sejumlah target bisnis bank pun diturunkan dalam mengantisipasi tren mahalnya likuiditas. 

"Kami turunkan terus ekspansi kredit, karena cost of fund [biaya dana] mahal. Belum tahu kapan turunnya," katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper