Sejalan dengan hal tersebut, Josua memproyeksikan rupiah akan berada pada kisaran Rp15.300 - 15.600 per dolar AS pada akhir2024, berpotensi lebih lemah dari posisi akhir 2023 yang senilai Rp15.397 per dolar AS.
Pemerintah sendiri mengasumsikan nilai tukar rupiah dalam APBN 2024 di angka Rp15.000 per dolar AS. Sementara pada hari ini saja, rupiah ditutup anjlok 201,5 poin atau 1,3% ke Rp15.686,50 per dolar AS.
Dia menuturkan, pihaknya menghitung bahwa Indonesia mencatat arus modal masuk bersih senilai US$2,76 miliar di pasar saham dan obligasi di sepanjang bulan September 2024, di mana kepemilikan investor asing pada SBN meningkat US$1,34 miliar sementara investor asing membukukan net buy sebesar US$1,42 miliar di pasar saham.
Meski demikian, investor yang menempatkan dananya di Sekuritas Rupiah BI (SRBI) melaporkan arus keluar bersih sebesar US$3,47 miliar pada periode yang sama. Selain itu, pemerintah pada bulan menerbitkan obligasi global dalam dua mata uang yang terdaftar di SEC, masing-masing sebesar US$1,8 miliar dan EUR750 juta.
Tantangan akan posisi cadangan devisa muncul dari sentimen risk-on yang didorong oleh ekspektasi penurunan suku bunga acuan The Fed di sisa tahun ini yang mulai berkurang seiring dengan meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Di sisi lain, pasar tenaga kerja Amerika Serikat yang membukukan data yang kuat, sehingga memberikan tekanan pada cadangan devisa dan stabilitas rupiah.
Sementara sentimen risk-off yang kemungkinan akan meningkat, sejalan dengam meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, terutama antara Israel dan Iran, dapat mengerek permintaan untuk aset-aset yang aman dan memicu arus keluar modal dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Baca Juga
Nahasnya, jika kondisi ini terus berlanjut, Josua memperkirakan Bank Indonesia akan mengucurkan cadangan devisanya untuk mengintervensi pasar valas dan menstabilkan nilai tukar rupiah, sehingga berpotensi mengurangi cadangan devisa pada akhir tahun dan mengarah ke batas bawah prediksinya.