Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kredit Sindikasi Tembus Rp115 Triliun, BNI Geser Bank Mandiri

Kredit sindikasi terus tumbuh. BNI menjadi bank dengan nilai kredit sindikasi terbesar yaitu mencapai US$1,03 miliar atau setara dengan Rp16,05 triliun.
Direktur Utama BNI (BBNI) Royke Tumilaar di acara peluncuran super app wondr by BNI di Jakarta, Jumat (5/7/2024). JIBI/Arlina Laras
Direktur Utama BNI (BBNI) Royke Tumilaar di acara peluncuran super app wondr by BNI di Jakarta, Jumat (5/7/2024). JIBI/Arlina Laras

Bisnis.com, JAKARTA - Kredit sindikasi tercatat terus melaju meski pertumbuhannya tidak kencang. Adapun, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) menjadi jawara dalam penyaluran kredit sindikasi pada kuartal III/2024.

Berdasarkan data Bloomberg League Table Reports, per kuartal III/2024 kesepakatan dari sisi mandated lead arranger (MLA) mencapai 30 proyek dengan nilai US$7,41 miliar atau Rp115,49 triliun (asumsi kurs Rp15.585 per dolar AS). 

Tercatat, BNI menjadi bank dengan nilai kredit sindikasi terbesar yaitu mencapai US$1,03 miliar atau setara dengan Rp16,05 triliun. Bank milik negara ini mengelola 16 proyek sindikasi dengan pangsa pasar 13,93%. 

Kemudian, posisi kedua diduduki oleh United Overseas Bank alias UOB, adapun perseroan telah menyalurkan kredit sindikasi sebesar US$866 juta atau Rp13,49 triliun dengan pasar mencapai 11,69% pada kuartal III/2024. Terdapat 14 proyek yang didanai UOB.

Sementara itu, Bank Mandiri berada di urutan ketiga dengan total penyaluran kredit sindikasi sebesar US$546 juta atau Rp8,5 triliun dengan porsi 7,37% secara MLA. Bank Mandiri terlibat dalam 4 proyek kredit sindikasi pada kuartal III/2024.

Adapun, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengakui untuk kondisi saat ini kredit sindikasi tidak terlalu besar. Namun, dia optimistis tahun depan kredit sindikasi akan kembali bergairah.

“Dulu kan kredit kan besar-besar pada saat infrastruktur, mungkin sekarang kreditnya enggak terlalu besar size-nya juga. Jadi kita enggak terlalu banyak sindikasi,” ujarnya kepada Bisnis yang dikutip Jumat (11/7/2024). 

Royke berharap dengan turunnya suku bunga acuan dapat mendongrak pertumbuhan kredit sindikasi.

“Mudah-mudahan, sekarang memang suku bunga acuan turun, tapi kan likuiditas masih lumayan ketat,” ucap Royke. 

BNI terus membidik sektor pilihan untuk kredit sindikasinya seperti hilirisasi, infrastruktur hingga transportasi.

Di sisi lain, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) mencatat hingga per Juni 2024, BCA mengelola kredit sindikasi sebesar Rp47,6 triliun dengan porsi partisipasi BCA dalam kredit sindikasi tersebut sebesar Rp12 triliun. 

EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan positifnya penyaluran kredit, termasuk sindikasi, sejalan dengan kondisi perekonomian nasional yang mampu tumbuh 5,05% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada semester I/2024. 

“Ditopang prospek pertumbuhan ekonomi yang positif dan likuiditas solid, BCA optimistis menjaga tren baik penyaluran kredit dengan mempertimbangkan prinsip kehati-hatian, sehingga kualitas pinjaman tetap terjaga,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (11/10/2024).

Kredit Sindikasi Tembus Rp115 Triliun, BNI Geser Bank Mandiri

Pada prinsipnya, kata Hera, BCA berkomitmen mendukung pengembangan infrastruktur di Indonesia dengan menyalurkan kredit sindikasi untuk proyek-proyek strategis nasional seperti infrastruktur jalan tol, konstruksi, kelistrikan dan lain-lain.

Perseroan pun turut berpartisipasi dalam kredit sindikasi dengan mempertimbangkan faktor risk appetite, posisi likuiditas dan modal, serta memilih proyek-proyek yang berpotensi memperkuat bisnis inti BCA.

Di sisi lain, Head of Research LPPI Trioksa Siahaan berpendapat jika melihat kondisi di pasar di mana daya beli secara umum menurun dan adanya tekanan geopolitik, maka hingga akhir tahun kredit sindikasi masih akan tertekan. 

Menurutnya, sejauh ini sektor yang masih menjadi primadona perbankan adalah sektor energi.

“Iya [saat ini bank mengerem kredit sindikasinya,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (11/10/2024). 

Berikut 10 daftar bank atau lembaga keuangan penyalur kredit sindikasi terbesar di Indonesia pada kuartal III/2024:

1. BNI

Total BNI telah menyalurkan kredit sindikasi sebesar US$1,03 miliar dengan porsi 13,93% secara MLA. BNI terlibat dalam 16 proyek kredit sindikasi pada kuartal III/2024.

2. UOB

UOB total telah menyalurkan kredit sindikasi US$866 juta secara MLA per kuartal III/2024. Pangsa pasar UOB dalam penyaluran kredit sindikasi mencapai 11,69% dan terlibat di 14 proyek kredit sindikasi. 

3. Bank Mandiri

Bank Mandiri telah menyalurkan kredit sindikasi sebesar US$546 juta dengan pasar mencapai 7,37% pada kuartal III/2024. Terdapat 4 proyek yang didanai oleh Bank Mandiri.

4. OCBC 

Oversea-Chinese Banking Group (OCBC) telah menyalurkan kredit sindikasi sebesar US$485 juta dengan pasar mencapai 6,55% dan terlibat di 13 proyek kredit sindikasi.

5. DBS Group

DBS Group telah menyalurkan kredit sindikasi sebesar US$475 juta dengan jumlah proyek keterlibatan sebanyak 9 proyek. Porsi penyaluran kredit sindikasi DBS Group di Indonesia mencapai 6,41%.

6. BRI

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) telah menyalurkan kredit sindikasi sebesar US$459 juta dengan jumlah proyek yang didanai mencapai 2 proyek. Porsi penyaluran kredit dari BRI mencapai 6,2%.

7. HSBC

HSBC telah menyalurkan kredit sindikasi sebesar US$293 juta dengan 9 proyek yang didanai. Adapun, porsi penyaluran kredit sindikasi HSBC mencapai 3,96%.

8. CIMB Group Holdings Bhd

CIMB Group Holdings Bhd telah menyalurkan kredit sindikasi sebesar US$192 juta dan terlibat di 4 proyek. Porsi penyaluran kredit sindikasi SMI mencapai 2,59%.

9. Maybank

Maybank juga mencatatkan penyaluran kredit sindikasi yang sama dengan CIMB Group yakni sebesar US$192 juta dan terlibat di 4 proyek sindikasi. Porsi pasar Maybank di proyek sindikasi pun sama, yaitu mencapai 2,59%.

10. Mizuho Financial

Mizuho Financial pun telah menyalurkan kredit sindikasi sebesar US$191 juta dan terlibat di 5 proyek pada kuartal III/2024. Adapun, porsi penyaluran kredit sindikasi Mizuho Financial mencapai 2,59%.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arlina Laras
Editor : Thomas Mola
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper