Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat hasil investasi industri asuransi jiwa mencapai sebesar Rp26,95 triliun hingga kuartal III/2024. Angka tersebut naik 15% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencapai Rp23,42 triliun.
Paul Kartono, Ketua Bidang Bisnis Syariah Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), mengungkapkan bahwa iklim investasi di Indonesia memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan sektor asuransi jiwa.
“Asuransi jiwa mengalami peningkatan hasil investasi yang cukup baik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini juga ditopang oleh tingginya nilai peningkatan dari IHSG yang merupakan benchmark dari ekuitas. Periode bulan September 2024 memberikan efek yang positif dan juga menjadi gambaran bahwa iklim investasi di Indonesia tergolong stabil,” kata Paul dalam konferensi pers kinerja industri asuransi jiwa Januari—September 2024 pada Jumat (29/11/2024).
Paul menambahkan total aset industri asuransi jiwa mencapai Rp630,12 triliun hingga akhir September 2024, tumbuh 3,2% dibandingkan periode yang sama pada 2023. Dia menyebut peningkatan ini sejalan dengan naiknya pendapatan premi dan menunjukkan stabilitas industri asuransi jiwa di tengah berbagai tantangan ekonomi.
“Pertumbuhan aset yang konsisten mencerminkan kepercayaan yang terus meningkat dari para pemegang polis dan solidnya pengelolaan keuangan di industri ini,” katanya.
Dari total aset tersebut, 87,8% berupa investasi dengan nilai Rp553,53 triliun, naik 3,7% dibandingkan Rp534 triliun pada September 2023. Investasi ini tersebar pada berbagai instrumen, seperti surat berharga negara (SBN), saham, deposito, obligasi korporasi, hingga reksa dana.
Baca Juga
Paul mengatakan penempatan investasi terbesar industri asuransi jiwa berada di instrumen SBN dengan total kontribusi mencapai 37,2% dari total aset investasi secara keseluruhan. Investasi pada instrumen SBN tercatat sebanyak Rp205,66 triliun, meningkat sebanyak 28,3% Namun, beberapa instrumen investasi mengalami penurunan, seperti deposito yang turun 7,1% menjadi Rp34,59 triliun dan saham yang turun 7,5% menjadi Rp144,91 triliun.
Sebaliknya, investasi pada obligasi korporasi naik 6,4% menjadi Rp46,5 triliun, sementara penyertaan langsung tumbuh signifikan sebesar 12,8% menjadi Rp27,75 triliun.
“Kami di industri berkomitmen untuk patuh terhadap aturan-aturan yang berlaku. Penempatan investasi diatur dan diawasi secara ketat oleh regulator, dan kami senantiasa mengedepankan prinsip kehati-hatian serta melakukan penyesuaian penempatan investasi sesuai dengan karakteristik bisnis perusahaan,” tutup Paul.