Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia memancang harapan besar di tengah bayang-bayang ketidakpastian ekonomi global. Target ambisius, pertumbuhan ekonomi 8%, dicanangkan dengan harapan dapat mengulang kejayaan tahun 1995.
"Ini memungkinkan, karena kita pernah mencapai itu. Oleh karena itu, apa yang harus kita dorong, yaitu sektornya tetap konsumsi harus kita jaga," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Selasa (26/11/2024)
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi kunci penting dalam mencapai target ambisius pemerintah. Mencakup 99% total unit usaha di Indonesia, sektor ini berperan besar dalam perekonomian nasional dengan kontribusi 60,51% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan tingkat serapan tenaga kerja hampir 97%.
Namun, tantangan bukannya tidak ada. Kontribusi UMKM terhadap ekspor nasional masih mentok di 15,7%, jauh di bawah negara tetangga seperti Singapura (41%) dan Thailand (29%).
Dukungan yang lebih besar bagi UMKM, termasuk dari sektor perbankan, penting untuk meningkatkan daya saing produk lokal di pasar global. Pasalnya, bantuan permodalan dalam bentuk kredit usaha adalah pendorong penting agar UMKM mampu bersaing di kancah internasional.
Baca Juga : Revisi JP Morgan untuk Saham BRI (BBRI) |
---|
Tantangan UMKM
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), sebagai pendukung besar perekonomian Indonesia, masih menghadapi tantangan besar dalam operasionalnya.
Ketua Apindo Shinta Kamdani menekankan pentingnya pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebagai kunci memajukan UMKM. Dengan menciptakan lebih banyak UMKM, lapangan kerja di sektor industri dan manufaktur dapat diperluas. Adapun, langkah ini tidak hanya berhenti pada penciptaan. Menurut Shinta, penting juga untuk memastikan UMKM yang ada mampu naik kelas dan mempertahankan bisnisnya dalam jangka panjang.
Selain itu, akses pasar menjadi tantangan signifikan bagi UMKM untuk menjual produk mereka, baik di pasar domestik maupun global. Upaya pemerintah mengikutsertakan UMKM dalam program e-catalog menjadi suatu langkah strategis, memberikan UMKM peluang untuk menjangkau pasar yang lebih luas.
Namun, untuk bersaing di pasar yang semakin digital, UMKM juga membutuhkan pengembangan dalam inovasi dan digitalisasi. Pengetahuan terkait literasi digital, literasi keuangan, dan pembukuan menjadi keterampilan dasar yang krusial bagi keberlanjutan bisnis mereka.
"Ini bukan hanya tentang penciptaan lapangan kerja, tetapi bagaimana UMKM kita bisa naik kelas. Bukan hanya menciptakan UMKM baru, tapi juga mempertahankannya agar bisnis mereka bisa bertahan lebih lama," ujar Shinta.
Senada, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan UMKM masih menghadapi setumpuk tantangan.
Pertama, literasi digital dan pemanfaatan teknologi tepat guna yang masih rendah. Misalnya soal pembukuan, penggunaan pembayaran digital, hingga cara pemasaran produk yang masih tradisional.
"Kedua, gap keahlian yang terlalu tinggi khususnya UMKM yang dikelola oleh keluarga. Ini problem klasik di mana training maupun kesempatan berkembang SDM yang terbatas," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (27/11/2024).
Kemudian, UMKM masih berorientasi pasar domestik. Bhima menuturkan meskipun tingkat konsumsi masyarakat cukup besar, potensi ekspor perlu terus didorong. Data menunjukkan kontribusi UMKM hanya 15,7% dari total ekspor nasional, lebih rendah dari negara Asean seperti Thailand, dan Malaysia.
Lebih lanjut, Bhima menyebut bank bisa berikan beberapa dukungan mulai dari pendampingan, pelatihan bagi pemilik usaha dan pekerja UMKM, pemberian fasilitas kredit tambahan, dan fasilitasi UMKM agar masuk dalam rantai pasok industri skala besar.
“Jadi memberikan KUR saja tidak cukup, harus didampingi berkala. Bank juga bisa terus dukung informasi business intelligences seperti peluang produk ekspor potensial, hingga menyelenggarakan expo produk umkm di tingkat internasional,” ujarnya.
Sebagai lokomotif kepentingan nasional, tidak mengherankan jika banyak harapan tertuju pada bank pelat merah dengan jumlah nasabah terbanyak tersebut dalam mendukung pertumbuhan ekonomi kerakyatan melalui akses pembiayaan UMKM ke seluruh penjuru Indonesia.
Prioritas
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Sunarso menegaskan bahwa BRI tetap akan memprioritaskan segmen UMKM, bahkan di tengah dinamika ekonomi global yang semakin kompleks. Salah satu tantangan yang mencuat saat ini adalah terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat, yang menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi kebijakan proteksionisme yang dapat memberikan tekanan pada mitra dagang AS, yang akhirnya berdampak pada Indonesia.
Sunarso menekankan bahwa meskipun saat ini daya beli masyarakat juga tengah dihadapi oleh kelesuan ditambah ketidakpastian ekonomi global menjadi tantangan, BRI tidak akan mengurangi porsi pembiayaan UMKM, yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi kerakyatan.
“Dalam situasi sulit sekalipun, kami tetap menargetkan porsi pembiayaan UMKM minimal 80% dari total kredit kami,” ujar Sunarso pada Kamis (14/11/2024).
Hingga akhir kuartal III/2024, BRI telah menyalurkan kredit Rp1.353,36 triliun, tumbuh 8,21% secara (year on year/YoY). Dari nominal tersebut, 81,70% diantaranya atau sekitar Rp1.105,70 triliun merupakan kredit kepada segmen UMKM.
Saat itu, Sunarso mengungkapkan dukungan BRI kepada segmen UMKM menjadi prioritas utama dalam memperkuat ekonomi kerakyatan.
"BRI hadir untuk memperkuat UMKM sebagai pilar penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Melalui pemberdayaan UMKM, BRI mengambil peran dalam membangun ekonomi yang inklusif dan berkeadilan," ujar Sunarso.
Upaya menggarap pasar grassroot juga dilakukan BRI melalui berbagai cara. BRI, misalnya, dengan terus agresif menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR), hingga menggarap pasar ultra mikro melalui ekosistem bersama PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Holding itu terbentuk pada 2021.
Hingga akhir Agustus 2024 BRI telah menyalurkan KUR kepada 2,6 juta debitur UMKM dengan total nilai mencapai Rp126,12 triliun. Apabila dirinci, mayoritas penyaluran KUR BRI didominasi oleh sektor produksi sebesar 59,41%.
Sektor produksi ini diantaranya sektor pertanian, perikanan, industri dan jasa lainnya. Di sisi lain, BRI juga berhasil menjaga kualitas KUR yang disalurkan. Hal ini tercermin dari rasio NPL KUR yang berada di kisaran 2,31%.
Sementara itu, holding Ultra Mikro (UMi) BRI Group telah menjangkau 176 juta nasabah simpanan dan 36,1 juta nasabah pinjaman per 13 September 2024. Total pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp622,3 triliun sejak berdiri tiga tahun lalu atau sejak 13 September 2021.
Saat ini, ekosistem UMi telah memberikan layanan kepada 36,1 juta nasabah pinjaman, yang terdiri dari 13,4 juta debitur mikro BRI, 15 juta debitur wanita PNM, dan 7,7 juta debitur Pegadaian. Di sisi simpanan, ekosistem UMi telah melayani 176 juta nasabah dengan total simpanan mencapai Rp313,9 triliun.
Gali Potensi
Komitmen BRI pun tak tanggung-tanggung dalam mengangkat potensi UMKM Tanah Air. Ini tercermin dari bagaimana BRI aktif memberikan pelatihan manajemen keuangan, pengembangan usaha, serta strategi digitalisasi untuk memperkuat daya saing pelaku UMKM di era ekonomi digital.
Dengan demikian, para pelaku usaha tidak hanya mendapatkan pembiayaan, tetapi juga pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengelola usaha secara lebih profesional dan berkelanjutan.
Untuk membantu nasabah existing naik kelas, BRI juga tidak meninggalkan pelaksanaan berbagai program pemberdayaan, salah satunya Klaster Usaha merupakan pemberdayaan kepada kelompok usaha yang terbentuk berdasarkan kesamaan usaha dalam satu wilayah, sehingga tercipta keakraban dan kebersamaan dalam peningkatan maupun pengembangan usaha para anggotanya.
Hingga September 2024 terdapat lebih dari 33.800 klaster usaha binaan BRI yang tergabung dalam program Klasterku Hidupku. BRI sendiri secara proaktif telah melakukan lebih dari 2.300 pemberdayaan berupa pelatihan dan bantuan sarana prasarana produksi telah diberikan.
Selanjutnya, adalah Rumah BUMN. Inisiatif ini tidak hanya sekadar menjadi tempat pertemuan, tetapi juga menjadi pusat pengembangan kapasitas yang membantu UMKM berkembang melalui berbagai program pelatihan, pendampingan, dan pembinaan.
Tercatat, BRI yang menjadi salah satu BUMN aktif dalam mendukung program ini telah mendirikan 54 titik Rumah BUMN di berbagai wilayah.
Bahkan, sejak awal terbentuk, Rumah BUMN yang dikelola BRI menunjukkan perkembangan yang signifikan, baik dari jumlah UMKM yang bergabung maupun banyaknya kegiatan yang terselenggara. Sampai September 2024, lebih dari 457.000 UMKM telah terdaftar di Rumah BUMN binaan BRI, dengan total 14.000 pelatihan yang dilaksanakan.
Edukasi UMKM
Sunarso menyebut terdapat lima hal yang perlu diedukasi kepada UMKM. Pertama, tentang spirit atau semangat kewirausahaan. “Itu yang harus kita edukasi kepada UMKM. Karena pelaku UMKM sangat banyak sehingga masih beragam level-nya,” ujarnya.
Kedua, tentang kemampuan mereka melakukan administrasi dan manajerial. Menurut Sunarso ini merupakan pekerjaan rumah yang penting. Sebab kedua hal tersebut masih merupakan area yang sangat luas untuk dikerjakan.
Ketiga, tentang aksesibilitas UMKM terhadap informasi, pasar, teknologi dan pendanaan. Keempat, Sunarso mengatakan UMKM juga harus diedukasi soal keberlanjutan. Baik itu tentang keberlanjutan bisnis terlebih juga keberlanjutan lingkungan.
Terakhir, Sunarso menekankan pentingnya edukasi soal prinsip Good Corporate Governance kepada UMKM. “Kita perlu edukasi UMKM untuk menjalankan bisnis dengan prinsip-prinsip GCG dengan baik. Itulah yang akan menjadikan UMKM bertumbuh dan berkembang berkelanjutan,” tandasnya
Komitmen BRI untuk bisa mengangkat potensi lokal ke kancah global diakui oleh Adang, seorang pelaku UMKM di Bandung, yang berhasil mengoptimalkan bambu menjadi berbagai jenis kerajinan dan produk olahan makanan dan terkenal hingga di tingkat internasional.
Bisnis Adang makin maju berkat dukungan dari BRI. Usaha kerajinan bambu miliknya, yang dikenal dengan nama Virage Awi, telah menjadi bagian dari klaster usaha yang dibina BRI. Lewat dukungan BRI pada 2014, hak cipta alat musik bambu dari Virage Awie dipatenkan, yang pada akhirnya alat musik tersebut memiliki HAKI (Hak Kekayaan Intelektual).
Kemudian, di awal perjalanan usahanya, Adang juga memanfaatkan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI untuk mendukung pendanaan. Selain itu, Virage Awi mendapatkan bantuan berupa alat produksi, yang menurutnya sangat membantu para perajin binaan untuk meningkatkan kapasitas produksi olahan bambu.
Seiring waktu, Virage Awi tidak hanya berfokus pada pembuatan alat musik, tetapi juga memperluas lini produknya ke berbagai jenis kerajinan seperti jam tangan bambu, alat makan, wadah minum, speaker, hingga produk kuliner berbahan dasar bambu. Keunikan ini nyatanya tak hanya menarik minat pembeli dalam negeri, namun juga luar negeri.
Menariknya, kala aspek produksinya kian berkembang, hal itu ternyata tidak serta merta membuat Adang berpuas diri. Sebaliknya, dia melihat peluang lebih besar untuk berbagi keberhasilan dengan masyarakat sekitar.
Adang percaya bahwa potensi bambu tidak hanya bisa mengangkat nama Virage Awi, tetapi juga menjadi sumber pemberdayaan bagi kelompok lain.
Melalui berbagai inisiatif pelatihan usaha, dia aktif membina kelompok-kelompok masyarakat, termasuk kelompok wanita dan penyandang disabilitas, agar mereka juga dapat mengembangkan produk berbasis bambu.
Kelompok Wanita Kreatif Tanginas, misalnya, mengolah rebung menjadi beragam kuliner unik seperti mustofa rebung, simping rebung, semprong, pangsit, hingga brownies rebung. Adapula, Kelompok Wanita Kreatif Motekar yang menghasilkan kerupuk daun bambu yang khas.
Selain itu, Adang juga mendirikan kelompok usaha kerajinan difabel, yang memberikan kesempatan mereka untuk mengembangkan keterampilan guna menjadi lebih mandiri secara ekonomi.
Tak hanya di Jawa Barat, Desa Nepo yang terletak di Kecamatan Malusetasi, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, kini telah berhasil menyulap hasil bumi mentah menjadi produk yang siap konsumsi. Salah satu produk andalannya adalah camilan Kacang Nepo, yang diproduksi oleh pengusaha lokal bernama Suparman.
Kacang Nepo hadir dengan berbagai varian rasa unik, seperti kacang krispi, kacang sembunyi berlapis gula pasir, kacang disco, kacang tempe, dan lainnya, yang menawarkan cita rasa gurih serta tekstur renyah.
Suparman mengungkapkan bahwa ide untuk memulai usaha ini muncul pada tahun 2022. "Saya melihat banyak hasil bumi di desa ini hanya dijual dalam bentuk mentah, sehingga muncul gagasan untuk mengolahnya agar memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitar," jelasnya.
Dengan kemasan awal yang sederhana, produk ini kemudian mendapat dukungan dari BRI melalui program Desa BRILiaN pada tahun 2023. Program ini membantu Suparman dalam bidang pemasaran, desain kemasan, hingga penerapan teknologi digital. Berkat pemberdayaan tersebut, Kacang Nepo kini memiliki kemasan yang lebih menarik dan mampu menjangkau pasar yang lebih luas.
Dukungan BRI melalui program ini juga memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan usaha Suparman.
Pelatihan yang melibatkan kolaborasi dengan Politeknik Pariwisata membantu meningkatkan kualitas produk, baik dari segi rasa maupun pengemasan, sehingga lebih kompetitif di pasar. Selain itu, BRI memperkenalkan teknologi digital seperti QRIS, yang memungkinkan pembayaran non-tunai, mempermudah transaksi, dan memperluas akses pasar.
"Pemasaran di toko lokal dan supermarket sekarang jauh lebih mudah berkat QRIS," kata Suparman. Ia menambahkan, penggunaan teknologi ini tidak hanya mempercepat transaksi tetapi juga memudahkan konsumen untuk membeli produknya.
Saat ini, Kacang Nepo telah menghasilkan pendapatan hingga belasan juta rupiah per bulan, menjadi sumber penghasilan utama bagi Suparman dan beberapa warga yang ia pekerjakan. Dengan meningkatnya permintaan, ia berencana memperluas tim dan melibatkan lebih banyak warga dalam proses produksi.
"Harapannya, UMKM di desa kami semakin berkembang, dan lebih banyak masyarakat yang merasakan manfaatnya," ujarnya.
Suparman juga berharap produk lokal seperti Kacang Nepo tidak hanya dikenal di lingkup lokal, tetapi juga menjadi ikon kuliner khas Desa Nepo yang dikenal secara nasional.
"Kami ingin hasil bumi dari desa ini dipasarkan dalam bentuk produk kemasan bernilai tambah, bukan lagi sebagai bahan mentah," tegasnya.
Ia bermimpi untuk membawa Kacang Nepo ke pasar nasional hingga ke kancah internasional dan melihatnya sebagai produk unggulan yang mengharumkan nama Desa Nepo.
Pada akhirnya, Adang dan Suparman menjadi salah satu gambaran dari besarnya harapan pelaku UMKM untuk menembus pasar global. Harapan yang sekaligus menjadi pijakan bagi BRI dalam mengoptimalkan perannya sebagai tulang punggung perekonomian nasional.
Dengan dukungan serta sinergi yang tepat, potensi lokal tidak hanya bertahan di pasar domestik, namun juga mampu bersaing di panggung internasional, sekaligus memberikan manfaat bagi banyak pihak, termasuk masyarakat sekitar.