Bisnis.com, JAKARTA—Premi asuransi umum per Oktober 2024 mencapai Rp121,10 triliun, bertumbuh 2,87% year-on-year (YoY). Pertumbuhan ini melambat dibandingkan dengan tahun lalu, ketika premi bertumbuh 15,86% menjadi Rp117,72 triliun.
Artikel bertajuk Potensi Asuransi Umum & Reasuransi Meredam Kontraksi menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, sejumlah berita menarik lainnya turut tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.
Berikut ini sorotan utama Bisnisindonesia.id, Minggu (15/12/2024):
1. Potensi Asuransi Umum & Reasuransi Meredam Kontraksi
Pertumbuhan asuransi umum dan reasuransi mengalami perlambatan per Oktober 2024. Premi asuransi umum mencapai Rp121,10 triliun, naik 2,87% year-on-year (YoY). Pertumbuhan ini melambat dibandingkan dengan tahun lalu, ketika premi bertumbuh 15,86% menjadi Rp117,72 triliun.
Secara keseluruhan dari sisi premi, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono mengatakan akumulasi pendapatan premi asuransi komersial naik 2,8% YoY mencapai Rp271,63 triliun.
“Terdiri dari premi industri asuransi jiwa yang tumbuh 2,74% YoY, serta premi asuransi umum dan reasuransi tumbuh sebanyak 2,8% YoY,” tutur Ogi dalam konferensi pers RDK Bulanan Oktober 2024 dikutip Sabtu (14/12/2024).
Adapun premi asuransi jiwa pada Oktober 2024 mencapai sebanyak Rp150,53 triliun. Premi asuransi jiwa, walaupun hanya tumbuh 2,74%, tetapi mengalami perbaikan dibandingkan tahun lalu di mana mengalami penurunan 6,93% YoY menjadi Rp146,52 triliun per Oktober 2023.
Secara keseluruhan, pertumbuhan asuransi jiwa, asuransi umum, dan reasuransi didukung permodalan yang solid, di mana secara agregat industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan risk based capital (RBC) masing-masing 436,70% dan 316,85%. Angka ini di atas threshold OJK sebanyak 120%.
2. Laju Kinerja AMRT Diwarnai Penutupan 400-an Gerai Alfamart
Laju kinerja Alfamart atau PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. pada tahun ini diwarnai oleh penutupan ratusan gerai emiten minimarket berkode saham AMRT tersebut. Kendati tetap melakukan ekspansi di sejumlah daerah, aksi penutupan gerai juga tidak terbendung.
Corporate Affairs Director PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (Alfamart) Solihin mengatakan bahwa penutupan itu terjadi karena kerugian yang dialami oleh gerai bersangkutan. Salah satu kerugian itu terjadi karena biaya sewa yang tinggi, sementera penjualan melemah.
“[Sebanyak] 300—400 toko saya tahun ini tutup. Karena apa? Ya karena kalau untung pasti kami buka terus,” kata Solihin di Soll Marina Hotel, Tangerang, Sabtu (14/12/2024).
Pria yang menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (DPP Aprindo) itu mengungkapkan, penutupan gerai merupakan keputusan yang berat. Namun, langkah itu perlu diambil karena tidak ada jalan lain.
Di satu sisi, Solihin mengatakan, Alfamart tetap membuka gerai di daerah lain. Dia mengeklaim pembukaan gerai baru tahun ini bahkan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah yang tutup. “Artinya, diharapkan ada yang tutup dan ada yang buka. Jadi ada substitusi, misalnya saling menopang gitu ya.”
Menurut Solihin, target pembukaan gerai baru tahun ini yang mencapai 800 telah terlampaui. Hal itu dilakukan demi menutup selisih gerai yang tutup. “Jujur saja, kami target buka 800 [gerai], tetapi karena yang ditutup ratusan, kita jadi buka lebih dari segitu [800],” kata Solihin.
3. Pilah-Pilah Sektor Kredit Bank
Perbankan menyiapkan strategi untuk memilah sektor potensial dalam penyaluran kredit pada 2025. Sejumlah sektor menjadi unggulan, sebagaimana spesialisasi yang dimiliki bank, serta potensi dari bidang usaha yang ada.
Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. alias BNI (BBNI) Royke Tumilaar menyebut, potensi pembiayaan terbesar pada 2025 masih dipegang oleh segmen nasabah korporasi, khususnya bidang sektor riil.
“Terutama dengan fokus pemerintah pada proyek strategis nasional serta hilirisasi dan energi,” katanya saat dihubungi Bisnis, dikutip Sabtu (13/12/2024).
Menurutnya, sektor lainnya seperti pertanian, perumahan, serta pendukung untuk masing-masing industri termasuk potensial untuk didorong melalui kredit bank. Dia juga menggarisbawahi rencana jangka panjang pemerintah terkait dengan industrialisasi.
“Sebelumnya bobot terbesar pemerintah ke infrastruktur, sekarang mengarah ke industrialisasi, termasuk industri kreatif,” jelasnya.
Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) Lani Darmawan mengatakan, perusahaannya akan tetap berfokus pada pembiayaan sektor usaha kecil menengah (UMKM) dan ritel pada 2025. “UKM merupakan segmen yang didorong oleh pemerintah dan kami memiliki kompetensi di area ini,” katanya kepada Bisnis melalui pesan singkat.
Dia mengatakan, penopang utama kredit segmen ritel di CIMB Niaga adalah kredit kendaraan bermotor (KKB). Perseroan memiliki anak usaha yang berfokus pada pembiayaan otomotif, yakni CIMB Niaga Auto Finance (CNAF).
4. Kilas Balik 2024: Tekanan Bertubi-tubi Sektor Manufaktur
Sektor manufaktur Tanah Air dihadapkan pada kondisi yang tidak mudah sepanjang 2024, tecermin dari menurunnya produktivitas dan terus mengendurnya optimisme pelaku industri di dalam negeri.
Sejalan dengan itu, kontribusi sektor manufaktur terhadap investasi secara keseluruhan sepanjang Januari—September 2024 juga mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Tak heran jika isu pemutusan hubungan kerja (PHK), penutupan pabrik alias gulung tikar, hingga kontraksi panjang mewarnai sektor manufaktur Indonesia sepanjang tahun ini. Ada pula drama utak-atik tata niaga impor, industri tembakau yang terpukul PP Kesehatan, Sritex pailit, hingga kontribusi investasi yang mengendur.
Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi manufaktur sepanjang tiga kuartal pertama tahun ini mencapai Rp515,7 triliun atau meningkat 16% dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama tahun lalu Rp443,9 triliun.
Pada saat yang sama, penanaman modal secara keseluruhan bertumbuh 20% dibandingkan dengan periode Januari—September 2023 senilai Rp1.053 triliun menjadi lebih dari Rp1.261 triliun. Alhasil, pangsa investasi manufaktur susut dari 42,2% menjadi hanya 40,9%.
5. Kuda–kuda Industri Properti Hadapi 2025
Industri properti RI diproyeksikan dapat mengalami pertumbuhan pada tahun depan. Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Real Estat Indonesia (REI) Hari Ganie optimistis mamandang pasar properti 2025, selama kondisi politik dan ekonomi makro berjalan stabil. Dia berharap kenaikan pertumbuhan industri properti moderat antara 5% dan 7%.
Saat ini, pengembang rumah komersial tengah menunggu kelanjutan kepastian pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) pada 2025.
“Kami berharap pemerintah dapat menepati janjinya untuk membebaskan PPN sebesar 12% di tahun depan dan juga Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5% sehingga janji penghapusan pajak total 17% dapat dilakukan,” ujarnya kepada Bisnis dikutip Sabtu (14/12/2024).
Adapun terkait dengan rencana kenaikan PPN menjadi 12% dari 11% yang ditujukan untuk barang mewah, pihaknya akan menunggu aturan detail. Selama ini hunian yang terkena pajak penjualan atas barang mewah berkisar di atas Rp20 miliar.
“Hunian mewah ini memiliki pasar tersendiri yang tidak akan terpengaruh pada kenaikan PPN sebesar 12%,” ucapnya.
Adapun saat ini pasar masih banyak menunggu roadmap kebijakan pembangunan 3 juta rumah terutama untuk pembangunan 1 juta rumah di perkotaan.