Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat menilai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 20 Tahun 2023 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah serta Produk Suretyship atau Suretyship Syariah memberikan landasan baru bagi perusahaan asuransi untuk memasarkan produk asuransi kredit melalui platform fintech peer-to-peer (P2P) lending.
Praktisi Manajemen Risiko sekaligus Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Wahyudin Rahman menjelaskan bahwa sebelumnya, pemasaran asuransi kredit melalui platform P2P lending banyak menggunakan konsep Administrative Service Only (ASO) dengan tingkat stop loss hingga 98%. Namun, konsep ASO kini sudah tidak diperbolehkan oleh OJK melalui surat imbauan kepada penyelenggara P2P lending.
"Regulasi ini dapat menguatkan operasional perusahaan asuransi yang mempunyai produk asuransi kredit secara keseluruhan, tak terkecuali melalui P2P lending," kata Wahyudin kepada Bisnis, Minggu (29/12/2024).
Dalam POJK 20/2023, OJK menambahkan penguatan dalam persyaratan, syarat dan ketentuan (term and condition), hingga pengaturan proses bisnis asuransi kredit. Wahyudin menyebutkan bahwa perbaikan regulasi ini berpotensi mendorong penetrasi asuransi di Indonesia.
"Dengan perbaikan tarif, term and condition serta pengukuran cadangan yang tepat dapat meningkatkan pendapatan dan margin perusahaan dan terjadi kerja sama yang berimbang dan berdampak pada kenaikan penetrasi asuransi," ujar Wahyudin.
Ia juga menekankan pentingnya indikator tertentu dalam pemasaran produk asuransi melalui platform P2P lending, seperti tarif yang sesuai dan wajar, term and condition yang mengikuti regulasi, serta risk appetite perusahaan. "Terakhir, yang tidak kalah penting juga adalah pengukuran cadangan teknis yang tepat," pungkasnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Djonieri menyatakan bahwa integrasi pemasaran asuransi kredit melalui platform P2P lending diharapkan dapat meningkatkan penetrasi asuransi di Indonesia.
Saat ini, tingkat penetrasi asuransi di Indonesia, yakni perbandingan premi industri asuransi dengan produk domestik bruto (PDB), masih tertinggal dari negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. Per September 2024, tingkat penetrasi asuransi di Indonesia tercatat sebesar 2,8%.
"Integrasi ini akan mendorong pertumbuhan premi asuransi dan berdampak pada peningkatan penetrasi asuransi," ujar Djonieri.
Dengan regulasi baru ini, diharapkan perusahaan asuransi dapat memanfaatkan peluang pemasaran produk kredit secara lebih optimal melalui platform digital, sekaligus memperkuat kontribusi sektor asuransi terhadap perekonomian nasional