Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejauh ini masih menunggu peraturan pemerintah terkait implementasi asuransi wajib Third Party Liability (TPL) untuk kendaraan bermotor yang kabarnya dimulai pada 2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, mengatakan bahwa masih menunggu beleid pemerintah. Hal ini mengingat adanya transisi di tubuh pemerintahan.
“Pemerintahannya baru, kami perlu ngomong ulang-ulang lagi kan,” pungkasnya saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (30/12/2024).
Di samping itu, dia juga belum dapat memastikan apakah implementasi aturan tersebut bakal berjalan sesuai rencana atau tidak. Ogi hanya menyebutkan penerapan kebijakan TPL akan menunggu arahan pemerintah baru.
TPL merupakan produk asuransi yang melengkapi layanan pengobatan Jasa Raharja atau BPJS Kesehatan untuk pertanggungan jiwa, asuransi mobil untuk kendaraan yang rusak, serta dampak di luar objek yang sudah ditanggung.
Mandat pembentukan program asuransi wajib tertuang dalam UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Amanat tersebut khususnya termaktub dalam pasal 39 A.
Baca Juga
Dalam pemberitaan Bisnis.com sebelumnya, Ogi menjelaskan bahwa dari data yang diterbitkan Kepolisian RI pada 2023, terdapat hampir 150.000 kecelakaan dengan nilai kerugian materi hampir mencapai Rp300 miliar.
"Jika dilakukan rata-rata maka terdapat kurang lebih kerugian Rp2 juta per kasus kecelakaan lalu lintas,” pungkasnya dalam jawaban tertulis RDKB Juli 2024.
Dia menambahkan produk asuransi TPL saat ini masih bersifat sukarela. OJK mencatat nilai klaim per kejadian atas risiko tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga pada periode 2017-2021 berkisar Rp6 juta sampai Rp10 juta per kejadian.
Sementara itu, dari hasil analisis demografi yang dilakukan oleh Jasa Raharja terhadap kasus kecelakaan sampai dengan Juni 2024, kurang lebih 60% masyarakat yang terlibat kecelakaan berada pada usia non produktif, baik pelajar maupun lansia.
“Dengan demikian, apabila risiko finansial berupa TPL tersebut dialihkan kepada asuransi melalui produk asuransi TPL, maka social cost atas risiko yang selama ini ditanggung oleh masyarakat dapat dialihkan kepada perusahaan asuransi,” kata Ogi.
Ogi memaklumi ada kekhawatiran masyarakat bahwa asuransi wajib TPL yang rencananya mulai 2025 ini akan membebani. Sebab, dengan manfaat yang diberikan, masyarakat akan membayarkan sejumlah premi kepada perusahaan asuransi.