Bisnis.com, JAKARTA - Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 20 Tahun 2023 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah serta Produk Suretyship atau Suretyship Syariah memberikan aturan baru mengenai pembagian risiko dalam asuransi kredit. Salah satu poin penting yang diatur adalah pembagian risiko antara perusahaan asuransi dengan pemberi pinjaman.
Pengamat asuransi sekaligus Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA), Abitani Taim, menjelaskan bahwa Pasal 5 dalam beleid tersebut mewajibkan perusahaan asuransi menetapkan risiko yang ditanggung kreditur paling sedikit 25% dari nilai saldo kredit pada saat terjadi risiko.
"Regulasi ini positif, karena mengatur manfaat asuransi umum yang dapat digunakan untuk mengcover risiko dari usaha pembiayaan dan mencegah terjadinya anti seleksi dengan bank atau perusahaan pembiayaan [yang] menanggung 25% risiko yang diasuransikan," ujar Abitani kepada Bisnis, Minggu (29/12/2024).
Anti seleksi merujuk pada kecenderungan calon pemegang polis dengan risiko lebih tinggi dibandingkan rata-rata untuk mengajukan asuransi. Kondisi ini dapat meningkatkan beban klaim bagi perusahaan asuransi, sehingga berpotensi memengaruhi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban klaim di masa depan.
Selain pembagian risiko, POJK 20/2023 juga mengatur pemisahan pertanggungan asuransi kredit berdasarkan jenis risiko. Risiko umum dan kematian akibat sakit kini harus dipisahkan, dengan masing-masing dialihkan kepada perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi jiwa.
"Secara otomatis akan ada kenaikan jumlah polis dan premi asuransi," tambah Abitani.
Baca Juga
Dalam penerapan aturan baru ini yang efektif berlaku mulai 13 Desember 2024, Abitani memberikan beberapa catatan penting. Pertama, perusahaan asuransi perlu menyiapkan produk baru sesuai ketentuan yang telah ditetapkan.
Sementara itu, bank atau perusahaan pembiayaan juga harus menyeleksi perusahaan asuransi dengan lebih cermat dan memberikan penjelasan kepada nasabah terkait perubahan polis dan premi.
"Kedua, perusahaan asuransi umum yang sudah menjual asuransi kredit harus mengalihkan pertanggungan atas risiko kematian akibat sakit ke perusahaan asuransi jiwa, dan/atau menyiapkan cadangan teknis yang tidak kecil," tutup Abitani.
Aturan baru ini diharapkan mampu memperkuat sistem asuransi kredit di Indonesia sekaligus mendorong kolaborasi yang lebih baik antara perusahaan asuransi dan lembaga pembiayaan