Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-undang No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), khususnya menyangkut kewenangan Menteri Keuangan dalam mengintervensi penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Dalam putusan No. 85/PUU-XXII/2024, MK menyatakan bahwa Pasal 86 ayat (4), ayat (6) dan ayat (7) dalam Pasal 7 angka 57 UU P2SK inkonstitusional bersyarat.
Pasal 86 ayat (4) itu sendiri berbunyi, “Ketua Dewan Komisioner menyampaikan rencana kerja dan anggaran tahunan untuk kegiatan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a kepada Menteri Keuangan untuk mendapat persetujuan”. Ayat (6) dan ayat (7) juga memuat frasa terkait dengan persetujuan Menkeu.
“Bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘persetujuan DPR’, berlaku setelah pembentuk undang-undang melakukan perubahan paling lama 2 tahun sejak putusan a quo diucapkan,” kata Ketua MK Suhatoyo saat membacakan amar putusan, dikutip dari situs resmi MK, Jumat (3/12/2024).
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan bahwa keterlibatan Menkeu dalam penyusunan RKAT untuk kegiatan operasional LPS tidak tepat apabila berupa persetujuan. MK menilai bahwa mekanisme tersebut berpotensi mengurangi independensi LPS dalam mengambil keputusan.
Prinsip independensi ini turut berlaku di tengah kedudukan Menkeu sebagai Koordinator Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang meliputi Ketua Dewan Komisioner LPS, Gubernur Bank Indonesia (BI), dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Baca Juga
“Meskipun Menteri Keuangan selaku Koordinator KSSK, tetapi tetap saja tidak boleh mengintervensi anggaran LPS sebagai lembaga independen dengan alasan checks and balances,” demikian dikutip lebih lanjut dari dokumen putusan.
Itu sebabnya, Mahkamah menilai bahwa penyusunan anggaran LPS lebih tepat apabila berdasarkan persetujuan DPR yang memiliki fungsi penganggaran atau budgeting dan pengawasan.
MK mengembalikan perubahan norma ini kepada Dewan selaku pembentuk UU dengan tenggat waktu paling lama dua tahun sejak pengucapan putusan.
“Apabila dalam tenggang waktu tersebut pembentuk undang-undang masih belum melakukan perubahan UU No. 4/2023, maka frasa [persetujuan Menkeu] harus diberlakukan sebagai persetujuan DPR,” tegas Mahkamah.
Berdasarkan catatan Bisnis, permohonan tersebut diajukan oleh kelompok masyarakat yang berlatar belakang dosen dan mahasiswa, yakni Giri Ahmad Taufik, Wicaksana Dramanda, dan Mario Angkawidjaja.
Kuasa hukum pemohon, Miko Ginting, menjelaskan bahwa permohonan ini bertujuan menjaga kemandirian dan independensi LPS dalam perlindungan jaminan simpanan masyarakat, terutama ketika bank dicabut izin usahanya dan memasuki tahap likuidasi.
"Kami berharap LPS yang mandiri dan independen tidak akan terpengaruh oleh keberpihakan yang dapat menyebabkan simpanan masyarakat di bank yang dilikuidasi kehilangan jaminan perlindungan," kata Miko dalam keterangan tertulis, Jumat (1/8/2024) silam.
Dalam petitum permohonannya, pemohon juga mempersoalkan kewenangan tambahan pada LPS berupa penempatan dana dalam proses penyehatan bank.
Namun, Mahkamah telah memutus bahwa dalil ketidakjelasan mengenai kedudukan BI dan LPS terkait entitas mana yang difungsikan sebagai lender of last resort tidak beralasan menurut hukum.