Bisnis.com, JAKARTA — Industri pembiayaan meningkatkan sumber pembiayaan dari pasar surat utang pada kuartal I/2025. Tercatat total nilai penerbitan obligasi oleh perusahaan multifinance mencapai Rp8,3 triliun sepanjang kuartal I/2025. Jumlah ini , berasal dari enam perusahaan leasing dan merupakan lonjakan signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang nihil penerbitan.
Ahmad Nasrudin, Fixed Income Analyst PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mengatakan lonjakan penerbitan surat utang ini dipicu oleh dua faktor utama, yakni kebutuhan refinancing dan pertumbuhan bisnis pembiayaan.
“Dua faktor utama mendorong penerbitan di kuartal I/2025. Pertama, kebutuhan refinancing. Realisasi yang lebih baik tersebut tidak terlepas dari tingginya angka jatuh tempo di kuartal I/2025,” kata Ahmad kepada Bisnis, pada Senin (21/4/2025).
Ahmad mengatakan terdapat sebanyak Rp8,62 triliun surat utang jatuh tempo di kuartal/2025 atau kurang lebih dua kali lipat dibandingkan dengan kuartal I/2024 yakni Rp4,26 triliun.
“Jadi, kebutuhan untuk refinancing di kuartal I/202025 lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,” katanya.
Baca Juga
Selain faktor jatuh tempo, dia menambahkan bahwa bisnis pembiayaan yang masih tumbuh turut mendorong kebutuhan pendanaan.
Per Februari 2025, nilai pembiayaan mencapai Rp507,02 triliun atau tumbuh 5,92% secara tahunan (year on year/YoY). Meski pertumbuhannya melambat dibandingkan tahun sebelumnya, perusahaan pembiayaan tetap membutuhkan dana untuk menopang nominal pembiayaan yang meningkat.
“Jika kita melihat data FAR [Financing to Asset Ratio] mereka dari OJK, per Januari 2025 ini kemarin telah mencapai 86,12%, meningkat dibandingkan dengan tahun lalu yang berada di level 85,73%. Kenaikan FAR ini mencerminkan likuiditas perusahaan pembiayaan yang mengetat,” ujarnya.
Ahmad menambahkan dengan pertumbuhan yang masih bisa dibilang baik dan likuiditas yang mengetat, maka terdapat kebutuhan pendanaan dari perusahaan multifinance, dan penerbitan surat utang adalah andalan utama multifinance untuk meraih pendanaan, selain dari perbankan. “Mereka [leasing] dilarang mengumpulkan dana dari masyarakat seperti perbankan lakukan,” katanya.
Senada Head of Fixed Income PT Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto mengatakan tingginya penerbitan surat utang tahun ini juga dipengaruhi oleh aksi korporasi yang sempat tertunda tahun lalu.Ramdhan menjelaskan bahwa tahun lalu banyak perusahaan yang menunda penerbitan obligasi.
Secara historis, sektor multifinance dan perbankan biasanya menyumbang sekitar 50–55% dari total penerbitan obligasi dalam setahun. Dia menjelaskan bahwa selama pandemi dan pascapandemi, daya beli masyarakat turun dan ekonomi melambat, yang berdampak pada penurunan prospek obligasi di sektor ini.
Namun kini, ketika ekonomi mulai pulih, sektor multifinance kembali menunjukkan geliat. “Sifat konsumsi masyarakat akhirnya menjadi peluang kembali bagi multifinance terutama. Dan sebagian multifinance kita ini mempunyai historical, memang penerbit obligasi dalam arti mereka mendapatkan pembiayaan permodalannya, salah satu permodelnya dengan menerbitkan obligasi. Baik itu yang listing company maupun yang non-listed ya,” ujarnya.
Berdasarkan data Pefindo, sepanjang kuartal I/2025 terdapat enam perusahaan multifinance yang menerbitkan surat utang dengan total nilai Rp8,3 triliun. Angka tersebut terdiri atas obligasi konvensional senilai Rp6,7 triliun dan sukuk sebesar Rp1,6 triliun.
Secara keseluruhan, terdapat 29 perusahaan dari berbagai sektor yang menerbitkan obligasi dengan total nilai Rp46,7 triliun selama kuartal I/2025. Di antara sektor-sektor tersebut, multifinance menempati posisi ketiga terbesar setelah sektor pulp dan kertas (Rp13,2 triliun) serta sektor pertambangan (Rp9,2 triliun).