Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peserta Nonaktif JKN Tembus 56,8 Juta Jiwa, BPJS Kesehatan Jelaskan Kondisi Terkini

BPJS Kesehatan menyiapkan tujuh inisiatif strategis yang menyasar seluruh segmen kepesertaan guna meningkatkan jumlah pelanggan JKN.
Karyawan melayani peserta di salah satu kantor cabang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Jakarta, Selasa (12/7/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Karyawan melayani peserta di salah satu kantor cabang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Jakarta, Selasa (12/7/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Jumlah peserta nonaktif Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terus meningkat dari tahun ke tahun. Per Maret 2025, jumlah peserta nonaktif telah mencapai 56,8 juta jiwa.

Angka ini naik dari 55,4 juta jiwa pada akhir 2024 dan 53,8 juta jiwa pada 2023. Adapun pada 2022, jumlah peserta nonaktif tercatat sebanyak 44,4 juta jiwa.

Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa dari total peserta nonaktif tersebut, sebanyak 41,5 juta jiwa merupakan hasil mutasi kepesertaan, sementara sisanya disinyalir karena tunggakan iuran.

Menanggapi kondisi tersebut, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menegaskan bahwa meskipun jumlah peserta nonaktif meningkat, pihaknya juga mencatatkan pertumbuhan signifikan dalam jumlah peserta aktif dan penerimaan iuran sepanjang 2024.

“Kami mencatat pertumbuhan jumlah peserta aktif program JKN maupun penerimaan iuran sepanjang tahun 2024. Peserta aktif BPJS Kesehatan meningkat dari 197 juta jiwa pada 2020 menjadi 224 juta jiwa pada 2024,” kata Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah saat dihubungi Bisnis pada Selasa (13/5/2025).

Rizzky menyebutkan, BPJS Kesehatan menargetkan jumlah peserta aktif mencapai 229 juta jiwa pada akhir tahun ini. Selain itu, total penerimaan iuran juga mengalami kenaikan dari Rp149 triliun pada 2023 menjadi Rp164 triliun pada 2024.

Namun, Rizzky mengakui bahwa tantangan terbesar yang dihadapi BPJS Kesehatan adalah menjaga keseimbangan antara penerimaan iuran dan pengeluaran layanan kesehatan. Hal ini menjadi krusial terutama saat jumlah peserta nonaktif meningkat.

“Peserta nonaktif tidak lagi membayar iuran secara rutin, tetapi tetap memiliki risiko untuk kembali menggunakan layanan saat sakit. Hal ini dikhawatirkan akan terdapat ketimpangan dalam mekanisme pendanaan berbasis prinsip gotong royong dalam prinsip JKN, di mana seharusnya peserta sehat yang membantu peserta sakit, peserta yang mampu membantu yang tidak mampu,” katanya

Dalam menghadapi tantangan tersebut, BPJS Kesehatan telah menetapkan peta strategi tahun 2025 yang mencakup tiga fokus utama, yakni penyediaan data potensi peserta yang efektif, peningkatan pendapatan iuran melalui rekrutmen dan reaktivasi, serta pengawasan kepatuhan pendaftaran dan pelaporan data peserta.

Selain itu, BPJS juga menyiapkan tujuh inisiatif strategis yang menyasar seluruh segmen kepesertaan. Inisiatif tersebut antara lain mencakup sinergi dengan Kementerian/Lembaga, penguatan rekrutmen melalui program AKU PATUH, SRIKANDI, JELITA, BPJS GERCEP, serta penguatan pendaftaran dan donasi komunitas.

Dari sisi keuangan, Rizzky menjelaskan bahwa kondisi aset bersih Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan hingga 2024 masih tergolong sehat.

“Realisasi kondisi aset bersih Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan sampai dengan tahun 2024 masih positif, sekitar Rp49,52 triliun,” katanya.

Dia menambahkan, angka tersebut telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2015, yakni mencukupi estimasi pembayaran klaim selama 1,5 hingga 6 bulan ke depan. “Dengan demikian dapat dikatakan kondisi kesehatan keuangan Program JKN masih sehat dan telah sesuai dengan ketentuan atau sebesar 3,40 bulan klaim bulanan,” ujarnya.

Meskipun demikian, dalam hal aset dana jaminan sosial kesehatan bernilai negatif, maka sesuai dengan PP Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan pada pasal 38, pemerintah dapat melakukan tindakan khusus. Pertama, penyesuaian besaran iuran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kedua, pemberian suntikan dana tambahan untuk kecukupan Dana Jaminan Sosial dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“dan/atau penyesuaian manfaat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tandas Rizzky

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper