Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jurus Ampuh Bank-Bank Saat Simpanan Nasabah Seret

Persaingan menghimpun DPK hingga dana murah dari rekening giro dan tabungan di industri perbankan kian memanas seiring perlambatan pertumbuhan dana masyarakat.
Ilustrasi bank/shutterstock
Ilustrasi bank/shutterstock

Bisnis.com, JAKARTA — Persaingan dalam menghimpun dana pihak ketiga (DPK) hingga dana murah dari rekening giro dan tabungan Current Account Saving Account (CASA) di industri perbankan kian memanas seiring dengan tren perlambatan pertumbuhan dana masyarakat.

Bank-bank pun mulai mengatur siasat, dari penyesuaian produk simpanan hingga inovasi digital, demi menjaga likuiditas dan menekan biaya dana (cost of fund) yang makin menjadi sorotan.

Direktur Kepatuhan PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) Efdinal Alamsyah mengatakan, perseroan terus memperkuat strategi penghimpunan dana dengan pendekatan yang adaptif terhadap dinamika pasar.

Untuk tetap menjaga dan meningkatkan pertumbuhan DPK, kata Efdinal, Bank Oke melakukan beberapa strategi antara lain yaitu penawaran produk yang kompetitif dengan menyesuaikan suku bunga simpanan secara selektif, digitalisasi layanan dengan meningkatkan fitur-fitur digital banking seperti mobile banking dan internet banking. 

"Ini memudahkan transaksi dan pembukaan rekening secara online, membuat program loyalitas dan kampanye pemasaran dengan membuat berbagai program misalnya program cashback, undian berhadiah, dan bundling produk simpanan dengan produk lain, dll,” kata Efdinal kepada Bisnis.com, Selasa (24/6/2025). 

Efdinal menambahkan, Bank Oke menargetkan pertumbuhan DPK di kisaran 6%–8% secara tahunan (year-on-year/YoY) hingga akhir 2025, dengan fokus utama pada peningkatan CASA ratio guna menekan biaya dana. Bank juga memperkuat sinergi lintas unit bisnis, terutama untuk mendorong DPK berbasis transaksi dan payroll.

Di sisi lain, PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI)  optimistis DPK masih dapat terus tumbuh, meskipun industri perbankan nasional sedang menghadapi tantangan dalam menghimpun dana masyarakat.

Direktur Sales & Distribution BSI Anton Sukarna mengatakan bahwa BSI memiliki keunikan sebagai bank syariah yang membedakannya dari bank-bank konvensional, termasuk dalam hal segmentasi pasar.

"BSI membidik segmen yang memiliki nilai-nilai syariah yang lebih kuat. Ini menjadi diferensiasi kami, sekaligus potensi dalam menghimpun DPK yang lebih stabil dan berbiaya dana rendah," ujarnya kepada wartawan, Senin (23/6/2025).

Anton menambahkan, strategi BSI ke depan akan terus mengarah pada penguatan DPK dari segmen ritel yang memiliki biaya dana atau cost of fund lebih rendah. Selain itu, BSI juga akan mengoptimalkan momentum dari ajang BSI International Expo 2025 untuk memperluas basis nasabah.

"Kami akan berupaya agar semua pengunjung yang datang ke expo, selain nasabah lama, juga masyarakat umum yang bisa langsung membuka rekening di lokasi sebelum masuk ke area BSI Expo," tuturnya.

Dengan strategi tersebut, BSI berharap dapat memperkuat pertumbuhan DPK sekaligus memperluas inklusi keuangan syariah di Tanah Air. BSI sebelumnya menyampaikan bahwa industri perbankan syariah memiliki prospek tumbuh lebih baik sepanjang 2024.

Langkah Bank Jakarta

Sementara itu Bank Jakarta (sebelumnya Bank DKI) menyampaikan sulitnya persaingan memperoleh DPK, apalagi dana murah alias CASA. "Tantangan [Bank Jakarta] adalah dana murah itu semakin berat, persaingannya ketat dan kami bersaing dengan bank-bank lain," kata Direktur Utama Bank Jakarta Agus H Widodo saat ditemui di Jakarta, dikutip Senin (23/6/2025). 

Seiring dengan hal itu, Agus menegaskan saat ini fokus perusahaan adalah memperbaiki kualitas bisnis. Saat yang sama, faktor likuiditas juga menjadi perhatian perusahaan.   

“Fokus kami sekarang itu menjaga likuiditas. Dan tentunya tidak hanya likuiditas, tapi juga kualitas aset. Kami pastikan jangan sampai kualitas aset merosot. Itu PR kami sekarang,” kata Agus. 

Menurutnya, kondisi ekonomi yang masih menantang turut mendorong perbankan untuk lebih selektif dalam penyaluran kredit.  Bank Jakarta pun mengambil langkah antisipatif dengan lebih mendekatkan diri kepada debitur agar tetap menjaga kesehatan portofolio kredit.

“Target penyaluran kredit tetap ada, tapi yang lebih penting adalah menjaga agar kualitas debitur kami tidak menurun. Bahkan beberapa [bank] sudah mulai mengerem kredit karena situasi ini. Kami berusaha bantu debitur supaya bisnis mereka tetap berjalan,” jelasnya. 

Agus juga menyampaikan bahwa Bank Jakarta menargetkan rasio kredit bermasalah (NPL) terkendali di bawah 3%, meskipun tantangannya tidak ringan.

Namun demikian, kondisi pasar yang kompetitif menuntut bank-bank untuk terus berinovasi. Pasalnya, Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan DPK mengalami pelambatan menjadi 3,9% YoY hingga Mei 2025, dengan total DPK mencapai Rp8.756,5 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan April 2025 yang sebesar 4,4% YoY, melanjutkan tren melambat sejak awal tahun.

Pelambatan ini terjadi baik pada segmen korporasi maupun perorangan. DPK korporasi tumbuh 7,7% YoY menjadi Rp4.225,4 triliun pada Mei, melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatatkan pertumbuhan 9,5%. Di sisi lain, DPK perorangan justru mengalami kontraksi, turun dari Rp4.085,5 triliun per April menjadi Rp4.062,6 triliun pada Mei 2025.

Halaman
  1. 1
  2. 2
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro