Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ResponsiBank Gagas Green Banking untuk Pengusaha Sawit

Naiknya permintaan minyak sawit selama satu dekade belakangan berimplikasi pada makin masifnya ekspansi industri kelapa sawit di Indonesia melalui peningkatan produksi dan pembukaan lahan untuk perkebunan.nn
Naiknya permintaan minyak sawit selama satu dekade belakangan berimplikasi pada makin masifnya ekspansi industri kelapa sawit di Indonesia melalui peningkatan produksi dan pembukaan lahan untuk perkebunan./Bisnis
Naiknya permintaan minyak sawit selama satu dekade belakangan berimplikasi pada makin masifnya ekspansi industri kelapa sawit di Indonesia melalui peningkatan produksi dan pembukaan lahan untuk perkebunan./Bisnis
Bisnis.com, JAKARTA -- Naiknya permintaan minyak sawit selama satu dekade belakangan berimplikasi pada makin masifnya ekspansi industri kelapa sawit di Indonesia melalui peningkatan produksi dan pembukaan lahan untuk perkebunan.
 
Koalisi ResponsiBank yang yang terdiri dari Perkumpulan Prakarsa, YLKI, WALHI, PWYP Indonesia, ICW, INFID serta Transparansi untuk Keadilan berupaya mendorong industri perbankan yang lebih baik dan bertanggungjawab, sebagai bagian dari dari Jaringan Fair Finance Guide International (FFGI) di sepuluh negara.
 
Dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Selasa (15/3/2016), Rotua Tampubolon, koordinator Koalisi ResponsiBank dari Perkumpulan Prakarsa mengatakan sebagai pihak yang memiliki peran intermediasi untuk menyalurkan dana masyarakat ke sektor bisnis, bank perlu menerapkan aturan terkait sustainability dalam kebijakan kredit dan investasi mereka. Salah satunya dengan mengikuti panduan Roadmap Keuangan Berkelanjutan dari Otoritas Jasa Keuangan selaku regulator.
 
"Perusahaan kelapa sawit melakukan greenwashing dengan menggunakan istilah sustainable sebagai pencitraan semata, tanpa benar-benar mengindahkan prinsip keberlanjutan dalam operasional usaha mereka," ujar Rotua.
 
Ketika bank memberikan kredit kepada perusahaan perkebunan sawit yang membuka lahan dengan menggunduli hutan atau mengeringkan rawa gambut, mengusir penduduk asli dari tempat tinggal mereka dengan cara-cara kekerasan, serta membuang limbah serampangan yang mencemari sumber air dan pangan masyarakat lokal, maka secara tidak langsung bank sudah terlibat dalam kerusakan lingkungan dan pelanggaran HAM.
 
Rahmawati Retno Winarni, peneliti dari Transformasi untuk Keadilan menambahkan, tanggung jawab atas kerusakan ekologi yang telah terjadi harus diemban oleh berbagai pihak di dalam value chain bisnis di sektor sumber daya alam, termasuk perbankan.
 
"Perbankan memiliki peluang besar untuk melakukan perbaikan dan pencegahan atas kerusakan ekologi yang lebih buruk," ujar Rachmawati.
 
Bank harus membuat aturan tegas sebelum meyalurkan kredit dan investasi untuk menjamin agar perusahaan benar-benar menerapkan prinsip keberlanjutan, tidak merusak lingkungan, dan menjunjung tinggi HAM.
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper