Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Penjelasan Bos OJK Wimboh Santoso Mengenai Tren Penurunan Kredit

Otoritas Jasa Keuangan menyatakan turunnya pertumbuhan penyaluran kredit perbankan pada September lalu bukan karena faktor melesunya aktivitas ekonomi.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) Wimboh Santoso memberikan keterangan kepada wartawan hasil rapat perdana DK OJK periode 2017-2022 di Jakarta, Kamis (20/7)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) Wimboh Santoso memberikan keterangan kepada wartawan hasil rapat perdana DK OJK periode 2017-2022 di Jakarta, Kamis (20/7)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan menyatakan turunnya pertumbuhan penyaluran kredit perbankan pada September lalu bukan karena faktor melesunya aktivitas ekonomi.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengungkapkan pertumbuhan kredit belum seperti yang diharapkan.

“Kredit perbankan tumbuhnya enggak seperti yang diharapkan dalam business plan tahun sebelumnya, bahkan tidak seperti yang direvisi pada pertengahan tahun,” katanya saat menjadi pemateri dalam Breakfast Meeting Prospek Ekonomi Indonesia 2018 di Hotel Aryaduta, Kamis (2/11/2017).

Wimboh menuturkan, tahun lalu pertumbuhan kredit diproyeksikan mencapai 13%. Lalu pada Juni lalu, perbankan merevisi ke bawah menjadi 11%. Namun, jika dilihat sampai September, pertumbuhan kredit perbankan masih rendah, yakni sebesar 7,86% secara year on year (yoy).

Kinerja intermediasi perbankan pada akhir kuarta III/2017 juga lebih lambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan Agustus 8,26% (yoy).

OJK, kata Wimboh, telah melakukan pengecekan ke para bankir untuk mengungkap kondisi riil penyebab turunnya kredit tersebut.

“Beberapa bulan terakhir ternyata beberapa BUMN seperti PLN, Pertamina dan Bulog menurunkan balance kredit-nya di bank karena realisisi utang subsidinya dari pemerintah sudah dibayar, jadi untuk mengurangi beban, kredit di perbankan sudah diturunkan,” jelasnya.

Penurunan tersebut, terjadi dalam jumlah yang cukup besar, karena nilai kredit bisnis yang dilunasi oleh BUMN ke bank mencapai puluhan triliun.

“Inilah kenapa angka kredit perbankan turun. Penurunan itu bukan karena bank tidak memberikan lending, hanya karena manajemen cashflow BUMN, jadi tidak menakutkan. Kondisi ekonomi, kredit ritel dan kredit korporasi tetap berjalan, jadi nothing to do dengan aktivitas ekonomi,” tambahnya.

Walau begitu, dia tak menampik mengenai adanya penurunan dari sisi permintaan domestik.

“Penurunan domestic demand mungkin ada tapi enggak agregat karena angka pajaknya dan GDP naik. Kalau ada ritel yang tutup, itu adalah fenomena dalam bisnis ritel karena perubahan pola belanja, tetapi yang demand dan kredit perbankan ke segmen ritel masih tinggi,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper