Bisnis.com, JAKARTA - Industri asuransi jiwa masih berupaya memenuhi ketentuan batas minimum investasi pada instrumen surat berharga negara (SBN).
Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia Hendrisman Rahim menyampaikan, porsi investasi pada instrumen SBN baru tercapai 13,3% hingga kuartal IV 2017. Sementara, dalam POJK Nomor 56 Tahun 2017 kewajiban investasi pada instrumen SBN pada industri asuransi jiwa sebesar 30%.
"Ada perusahaan yang sudah mencapai 30%. Namun, ada juga yang jauh di bawah 30%. Jika dirata-rata sekitar 13%," katanya sebagaimana dikutip Bisnis.com, Senin (19/3/2018).
Dia mengakui, pelaku industri masih sulit memperoleh surat utang negara dari pasar primer. Akibatnya, pelaku industri berupaya memenuhi ketentuan SBN dari pasar sekunder dengan harga yang lebih tinggi, tetapi imbal hasil investasinya lebih kecil.
Belum lagi, investasi terus meningkat, sementara porsi SBN telah ditentukan 30%. Di sisi lain, perusahaan asuransi jiwa juga memiliki kewajiban terhadap nasabah.
"Namun jika dibandingkan tahun sebelumnya [2016] sekitar 10,11%, tahun lalu [2017] bisa 13,3% artinya meningkat," katanya.
Dia optimistis industri asuransi jiwa dapat memenuhi kewajiban investasi pada instrumen SBN sebesar 15% pada tahun ini. Lebih lanjut, pihaknya terus melakukan komunikasi dengan OJK guna mendukung tercapainya ketentuan SBN 30%.
"Kalau ada, kami dapat penawaran di pasar primer, bukan di secondary market. Kalau itu bisa terjadi, maka secara bertahap akan memenuhi 30%," imbuhnya.
Kepala Divisi Keuangan dan Investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Agustin Widhiastuti optimistis pihaknya dapat memenuhi porsi investasi pada SBN sebesar 30% seperti yang diatur dalam POJK Nomor 56 Tahun 2017 hingga akhir tahun ini. Hingga kuartal IV 2017, Jiwasraya baru memenuhi sekitar 21%.
"Sebagian dari penerimaan premi dan hasil investasi ditempatkan ke SBN atau reksa dana dengan underlying asset SBN. Kami optimis sesuai ketentuan 30," katanya, Senin (19/3/2018).