BISNIS.COM, JAKARTA–Perbankan diwajibkan untuk merujuk pada kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar dalam perjanjian kontrak nilai tukar valuta asing yang menggunakan acuan, meskipun tidak ada sanksi tegas yang diberikan bagi bank yang melanggar.
Difi A. Johansyah, Direktur Eksekutif Komunikasi Bank Indonesia (BI), mengatakan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar (Jisdor) diharapkan dapat mencerminkan kondisi pasar nilai valuta asing yang sesungguhnya, karena dibentuk atas rata-rata tertimbang transaksi valas antarbank.
“Selama ini, beberapa acuan nilai tukar belum mencerminkan kondisi sesungguhnya karena ada kuotasi yang memiliki jarak antara penawaran dan permintaan yang lebar. Jisdor ini merefleksikan kondisi kurs karena diambil dari transaksi yang terjadi antarbank,” ujarnya Senin (20/5/2013).
Jisdor memiliki dasar hukum Surat Edaran nomor 15/19/DPM yang diterbitkan 15 Mei 2013 dan mulai diluncurkan pada hari ini, Senin (20/5/2013). Jisdor dibentuk berdasarkan rata-rata tertimbang dari volume seluruh transaksi USD/IDR antarbank dalam rentang waktu pukul 08.00–09.45 WIB, dan diumumkan tepat pukul 10.00 WIB
Dalam SE tersebut dinyatakan perbankan wajib mengacu pada Jisdor dalam kontrak transaksi valas yang menggunakan acuan. Kewajiban ini diberlakukan dikecualikan untuk kontrak valas yang sudah berjalan. “Kontrak transaksi valas yang dimaksud termasuk produk derivatif seperti swap dan forward,” ujar Difi
Meski demikian, bank sentral tidak menyiapkan sanksi tegas bagi bank yang tidak mengacu pada Jisdor dalam kontrak valas. “Sanksinya internal hanya berupa komunikasi antara BI dan bank,” ujarnya.
Ekonom Citibank Indonesia Helmi Arman mengatakan Jisdor bisa menjadi acuan nilai kurs dalam negeri karena dibentuk bukan atas kuotasi, tetapi transaksi yang nyata.
“Saat ini banyak instrumen keuangan terutama derivatif yang penentuan nilai tukarnya mengacu pada NDF [non-deliverable forwards] yang tidak 100% kredibel karena yang memberikan kuotasi adalah trader," ujarnya.
Meski demikian, BI juga harus memastikan pasar valas dalam negeri likuid agar Jisdor dapat menjadi acuan yang kredibel. “BI punya tugas lanjutan yakni memastikan likuiditas cukup baik agar acuan ini kredibel. Kalau pasar tidak likuid, misalnya pada pagi hari tidak ada transaksi, maka Jisdor tidak kredibel,” ujarnya.
Hari pertama Jisdor menunjukan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar lebih kuat dibandingkan sejumlah acuan nilai tukar lainnya. Pada hari ini, Senin (20/5) kurs referensi Jisdor menujukan nilai tukar rupiah sebesar Rp9.760/per US$.
Berdasarkan informasi dari Bloomberg nilai tukar Jisdor itu lebih kuat 0,2% dibandingkan dengan kurs Asosiasi Bank di Singapura yang tercatat Rp9.778. Kurs ini biasanya digunakan untuk transaksi NDF Rupiah.
Berdasarkan data bank lokal yang dikompilasi oleh Bloomberg, nilai tukar Rupiah tercatat Rp9.770/US$ pada pukul 11.40 WIB. Nilai itu lebih kuat 0,5% dibandingkan dengan NDF 1 bulan yang tercatat Rp9.815/US$.