Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) telah menandatangani Bilateral Swap Arrangement (BSA) dengan Bank of Japan senilai USD $22 miliar.
Nilai tersebut meningkat dari sebelumnya USD $12 miliar. Dalam kesepakatan tercantum bahwa BSA akan digunakan tidak hanya sebagai dana crisis revolutionnamun juga sebagai dana crisis prevention.
"BSA dengan Jepang adalah salah satu langkah antisipasi atas pertemuan yang akan dilakukan oleh FOMC [Federal Open Market Committee] pada tanggal 16-17 Desember 2013," ujar Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, di Jakarta, Jumat (13/12/2013).
Menurutnya, saat FOMC melakukan rapat dan memutuskan kebijakan yang akan dikeluarkan, maka Indonesia harus dalam keadaan siap. Namun menurutnya, The Federal Reserve akan sangat memperhitungkan bagaimana dampak kebijakan tapering itu kepada dunia, khususnya negara berkembang ataupun yang lebih rendah dari itu.
Agus menyampaikan, dengan tercapainya BSA maka akan menjaga ketersediaan valuta asing di dalam negeri. BSA dan cadangan devisi menurutnya, merupakan salah satu indikator pendukung dalan menjaga nilai tukar rupiah.
Agus mengatakan, hal yang lebih utama adalah inflasi yang semakin terkendali saat ini. Sebelumnya, BI dalam rapat dewan gubernur sudah melihat bahwa inflasi tidak akan mencapai 9%-9,8% dan bahkan perkiraan BI berada pada 8,4 %.
Hal tersebut menurutnya, menunjukkan perekonomian Indonesia berada pada jalur yang telah direncanakan. Hal tersebut menjadi landasan bahwa pada 2014 inflasi akan berada di 4,5±1%.
Dengan tercapainya kesepakatan tersebut menurutnya Agus, menunjukkan kedalaman hubuangan Indonesia dengan Jepang. “Kita menyambut baik bahwa menurut survey Jepang terakhir menyatakan Indonesia adalah negara terpilih investasi utama,” ujar Agus.
Oleh karena itu, kesepakatan yang telah ditandatangani sebelum 16-17 Desember, sebuah sinyalemen bahwa negara-negara Asia termasuk Indonesia mendapat dukungan dari Jepang, Korea dan China, dan dengan oleh karena itu Indonesia akan semakin siap.
Agus juga mengatakan, terkait dengan defisit transaksi berjalan telah menunjukan pada kondisi yang lebih baik, dan diperkirakan pada 2014 menjadi 3%. “Seandainya pemerintah dan BI lebih baik dalam menekan defisit transaksi berjalan, maka tahun depan situasi akan membaik,” ujarnya.
Senada dengan Gubernur BI, Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, jika dilihat keadaan pasar saat ini fluktuasi yang terjadi cukup rendah dibandingkan dengan Agustus. Sehingga menurutnya stabilitas ekonomi dapat tercapai.
“kalau di dunia usaha yang paling penting itu sebenernya adalah stabilitas, jika ingin impor menentukan exchange rate-nya itu berapa. Sehingga selalu dilihat pagi berapa, sore berapa, kalau tidak sesuai dia akan hold dulu kan. itu cerminan confidencenya sudah ada,” ujarnya.