Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konglomerasi Perbankan, Apa Saja Dampak Positif & Negatifnya?

Konglomerasi sektor pebankan memiliki sisi positif dan negatif bagi perkembangan perekonomian maupun bagi persaingan usaha. Apa saja?
Logo perbankan/JIBI
Logo perbankan/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA--Konglomerasi sektor pebankan memiliki sisi positif dan negatif bagi perkembangan perekonomian maupun bagi persaingan usaha. Apa saja?

Kepala Departemen Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan Agus Siregar mengatakan sisi positif dan negatif konglomerasi perbankan dalam seminar Masa Depan Perusahaan Keuangan dan Perbankan Pasca OJK di Hotel Grand Sahid Jakarta, Senin (14/4/2014).

Menurutnya, konglomerasi keuangan perlu memiliki sistem informasi yang terintegrasi dengan baik sehingga dapat memonitor seluruh risiko yang dihadapi oleh lembaga jasa keuangan dalam grup dan pengaruhnya terhadap grup secara keseluruhan.

"OJK akan mengeluarkan guidance yang bersifat prinsipil terkait dengan manajemen risiko terintegrasi, good corporate governance terintegrasi, dan kecukupan permodalan untuk konglomerasi keuangan," paparnya.

Ke depan, sambungnya, rencana pengembangan pengawasan terintegrasi di OJK mengacu pada rekomendasi Joint Forum BIS (BCBS-IOSCO-IAIS) pada September 2012, yaitu “Principles for supervision of Financial conglomerates”.

Hal tersebut mencakup Supervisory power and authority, Supervisory responsibility, Corporate governance, Capital adequacy & liquidity, dan Risk management.

Berikut dampak positif konglomerasi keuangan:
1. Mampu meningkatkan daya saing lembaga keuangan melalui peningkatan skala ekonomi,
2. Meningkatnya efisiensi dengan pengembangan infrastruktur,
3. Delivery channel,
4. Promosi dan penguatan branding,
5. Meningkatnya pelayanan nasabah dengan cross selling dan saluran distribusi, dan
6. Meningkatkan kekokohan bisnis dengan melalui fee based income.

Berikut dampak negatif konglomerasi keuangan:
1. Meningkatnya risiko lembaga keuangan yg dapat menimbulkan adverse selection dan moral hazard,
2. Risk taking behavior yang berlebihan,
3. Potensi kejatuhan lembaga keuangan yang bersifat sistemik,
4. Regulatory arbitrage,
5. Contagion,
6. Lack of transparency,
7. Conflict of interest, dan
8. Abuse of economic power.

Berbagai kondisi tersebut, ucapnya, tentu menuntut OJK, sebagai otoritas pengaturan dan pengawasan, untuk menyelenggarakan suatu sistem yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor keuangan sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 21 Tahun 2011.

"Peran pengaturan dan pengawasan oleh OJK akan diarahkan untuk menciptakan efisiensi, persaingan sehat, perlindungan konsumen, serta memelihara mekanisme pasar yang sehat," jelasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Editor : Ismail Fahmi

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper