Bisnis.com, JAKARTA – Semakin banyak perusahaan fintech P2P lending yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum sebesar Rp7,5 miliar. Terbaru, sampai dengan Mei 2025 terdapat 12 perusahaan, di mana ini lebih banyak dibanding posisinya per Desember 2024 yang mencapai 11 perusahaan.
Menanaggapi kondisi industri, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik S.Djafar menjelaskan kondisi tersebut dipengaruhi oleh keuntungan dari bisnis yang dijalankan masing-masing perusahaan.
"Banyak faktor yang mempengaruhi besarnya ekuitas setiap penyelenggara, salah satunya adalah keuntungan yang diperoleh tidak mampu menambah jumlah ekuitas, malah ada beberapa penyelenggara yang ekuitasnya tergerus [karena rugi]," ujar Entjik kepada Bisnis, Selasa (27/5/2025).
Dia juga menyebut jmlah perusahaan fintech P2P lending yang kurang modal berpotensi bertambah banyak. Pasalnya, ekuitas Rp7,5 miliar merupakan ketentuan tahap kedua per Juni 2024. Selanjutnya, regulasi mensyaratkan ekuitas minimum bertambah menjadi Rp12,5 miliar paling lambat pada Juni 2025.
Entjik mengatakan asosiasi tidak memiliki data perusahaan yang belum memenuhi ekuitas minimum tahap terakhir sebesar Rp12,5 miliar karena hal ini menjadi ranah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Adapun regulasi yang mengatur ekuitas P2P lending diatur di dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.
Baca Juga
Meskipun semakin banyak jumlah perusahaan kurang modal, Entjik menegaskan pihaknya belum melihat kebutuhan akan relaksasi dari regulator.
"Kami belum melihat pentingnya relaksasi ketentuan ekuitas. Menurut kami ketentuan ekuitas masih relevan dengan peningkatan tata kelola perusahaan. Sejalan untuk kekuatan modal, [juga] keberlangsungan bisnis yang sehat," pungkasnya.
Adapun berdasarkan data, secara komulatif industri sebenarnya jumlah ekuitas P2P lending per Februari 2025 tumbuh signifikan sebesar 42,7% year on year (YoY) menjadi Rp5,28 triliun.
Sementara itu, laba setelah pajak industri per Februari 2025 juga membaik menjadi Rp233,71 miliar dibandingkan periode per Februari 2024 yang mencatatkan rugi setelah pajak sebesar Rp97,56 miliar.