Bisnis.com, JAKARTA – Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) mencatat terjadi lonjakan persentase kasus klaim pending dan tidak layak bayar untuk beberapa kategori rumah sakit oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan per Desember 2024.
Ketua Umum Persi Bambang Wibowo memaparkan per Desember 2024 jumlah kasus klaim pending dan tidak layak untuk rumah sakit kelas A meningkat menjadi 14,85% dibanding posisi sebelumnya pada November 2024 sekitar 11%. Sementara itu, kasus yang dialami di rumah sakit kelas C juga meningkat menjadi 11,15% dari 10,85%.
Sebagai perbandingan, kasus klaim pending dan tidak layak untuk rumah sakit kelas A turun dari 24,64% pada November 2024 menjadi 8,51% pada Desember 2024. Sementara itu, kasus yang terjadi di rumah sakit kelas D turun dari 8,20% menjadi 7,60%.
Dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI yang juga dihadiri oleh Direksi BPJS Kesehatan, Bambang mengkritik BPJS Kesehatan yang justru lebih menyoroti rasio klaim pending tersebut jauh lebih kecil dibanding realisasi biaya pelayanan kesehatan yang dibayarkan BPJS Kesehatan.
"Bagi rumah sakit, bukan besar kecilnya [persentase pending klaim], tapi haknya diterima atau tidak. Karena kalau lihat besar kecil dibanding total uang kecil, tapi untuk rumah sakit-rumah sakit kecil, rumah sakit-rumah sakit tertentu, ini bagian dari hak yang seharusnya diterima karena sudah memberikan pelayanan," kata Bambang, Senin (26/5/2025).
Bambang menuturkan memang ada penurunan kasus pending klaim yang signifikan pada rumah sakit kelas A. Namun, hal itu lebih disebabkan karena adanya implementasi aturan yang mengatur bahwa pada mulai Desember 2024 kasus pending klaim tidak dibayar ketika ada rujukan internal rumah sakit.
Baca Juga
Kondisi tersebut menurutnya menyulitkan dan merugikan rumah sakit. Bambang menegaskan kasus pending klaim ini bukan hanya soal persentase klaim yang membaik, tapi perlu dilihat akses layanan dan mutu layanan yang diterima pasien BPJS Kesehatan.
"Bisa-bisa rumah sakit tidak bisa memberikan rujukan internal karena kasus-kasus di kelas A, itu lebih dari satu penyakit [komplikasi]. Kalau harus 3 dokter spesialis dibayar 1, siapa yang akan bayar ini [sisanya]. Tentu mutu layanan ini perlu dilihat lebih jauh apakah pasien menerima akses dan mutu layanan yang lebih baik," tandasnya.
Berdasarkan data yang dipaparkan BPJS Kesehatan, memasuki kuartal I/2025 ini proporsi biaya klaim pending secara kumulatif mengecil dibanding akhir 2024. Pada posisi per Desember 2024, proporsi biaya klaim pending secara kumulatif tercatat sebesar 3,38% dan mengecil menjadi 1,83% pada April 2025.
"Jadi bukan berarti, belum tentu pending klaim membaik. Ini perlu dilihat lebih jauh lagi terkait mutu dan hak pasien untuk menerima layanan," pungkasnya.
Pada forum yang sama, Direktur BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti membedah kasus klaim pending yang dialami fasilitas kesehatan berdasarkan besar kecilnya persentase kasus yang dialami.
Untuk pending klaim yang kecil 0–15%, jumlahnya meningkat dari kasus yang terjadi di 2.522 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) pada Desember 2024 menjadi 2.741 FKRTL pada April 2025.
Sedangkan, untuk persentase pending klaim besar di atas 15%, kasusnya turun dari 488 FKRTL pada Desember 2024 menjadi 262 FKRTL pada April 2025.
"Kami yakin akan selesai nanti kalau banyak ketemu. Pending klaim itu gampang sebetulnya, hal-hal yang administratif tinggal dipenuhi saja. Kalau tidak, jadi persoalan," kata Ghufron.