Bisnis.com, BOGOR—Wacana akuisisi PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BBTN) oleh PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) resmi ditutup dan sudah diserahkan kepada pemerintahan selanjutnya.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Prof. Firmanzah menegaskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak ingin di masa-masa terakhir pemerintahannya, beliau membuat keputusan yang bisa berdampak pada kinerja kabinet berikutnya.
“Yang terkait dengan BTN dan Mandiri, kalau ada hal-hal yang dirasa keputusan strategis dan berdampak cukup luas, sebaiknya itu bisa menjadi masukan kepada presiden dan kabinet berikutnya,” ujarnya di sela-sela diskusi, Jumat malam (25/4/2014).
Oleh sebab itu, segala masukan terkait konsolidasi perbankan dan hal-hal lain yang menyangkut penguatan bank BUMN, agar disampaikan kepada presiden yang baru bersama kabinet berikutnya.
“Bahwa nanti posisinya seperti apa, ya nanti kabinet berikutnya yang akan memutuskan,” ujarnya.
Firmanzah mengatakan meski demikian, Presiden SBY terus mengikuti semua perkembangan perekonomian baik tingkat global maupun tingkat nasional, termasuk rencana akuisisi ini.
“Yang diinginkan presiden adalah agar rencana itu dibahas terlebih dahulu dan dimatangkan. Masalah timing juga perlu dipertimbangkan,” tambahnya.
Dia mengakui bahwa komunikasi lintas institusi dan kementerian belum dilalui dengan baik. Menurutnya, menteri-menteri terkait perlu membahas hal ini secara detail terlebih dahulu.
“Tidak hanya Menko Perekonomian, Menteri BUMN, tapi juga ada kaitannya dengan Menteri Keuangan. Jadi semuanya harus rembuk dulu,” ujarnya.
Jika dilihat dari sisi penguatan bank BUMN, Firmanzah mengakui bahwa dengan dilakukan akuisisi tersebut bisa meningkatkan posisi tawar (bargaining position) Indonesia dalam kompetisi tingkat ASEAN.
“Hanya kan sekarang masalahnya menjelang pilpres. Kemudian kita perlu menjaga stabilitas terlebih dahulu karena kegaduhan yang mungkin muncul akibat kebijakan tertentu kan juga harus diminimalkan,” ujarnya.
Apalagi, rencana akuisisi ini juga sudah mendapat reaksi yang cukup keras dari karyawan BTN sendiri. Hal ini juga perlu menjadi bahan pertimbangan selanjutnya.
“Mungkin ada komunikasi-komunikasi yang perlu dilakukan terlebih dahulu. Ini juga tidak hanya sekedar aksi korporasi, tapi ada aset negara yang terlibat di dalamnya. Jadi itu juga harus dipertimbangkan,” tambahnya.