Bisnis.com, JAKARTA—Bank Indonesia tengah mengkaji peraturan Bank Indonesia (PBI) terkait dengan penyaluran kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) hingga 20% yang harus diaplikasikan pada 2018.
Pantauan Bank Sentral, industri perbankan telah mencatatkan kenaikan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) untuk sektor UMKM pada kuartal I/2014. Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan masih mengkaji tren penaikan NPL UMKM, agar bisa mengambil langkah-langkah.
“Kami tak ingin bank-bank ngoyo melakukan ekspansi di UMKM, dan ini masih dikaji untuk memperpanjang waktu target 20%,” ungkapnya, Kamis (8/5/2014).
Halim mengatakan NPL UMKM paling tinggi dicatatkan oleh bank umum kegiatan usaha (BUKU) II hingga 5,71%. Dia mengharapkan agar bank-bank tak terbebani dengan regulasi yang telah ditetapkan dengan menggenjot kredit UMKM tanpa memperhatikan kualitas kredit.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menetapkan rasio kredit terhadap UMKM minimal 20% dari total kredit yang dilakukan bertahap.
Dalam beleid tersebut, bank diwajibkan untuk menyalurkan kredit 5% kepada sektor UMKM dari seluruh porsi kredit. Lalu pada 2016, 2017, dan 2018 penyaluran kredit ke sektor UMKM harus dinaikan bertahap, masing-masing menjadi 10%, 15% dan 20%.
Adapun kelompok bank, terbagi adalm 4 kategori berdasarkan permodalannya, yakni BUKU I dengan bank bermodal di bawah Rp1 triliun. BUKU II adalah bank-bank bermodal Rp1-5 triliun, BUKU III bermodal Rp5 triliun--Rp30 triliun dan BUKU IV di atas Rp30 triliun.