Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Keuangan mengaku belum mengetahui tentang langkah Kementerian BUMN untuk menggiring kasus PT Merpati Airlines ke pengadilan niaga untuk ajukan PKPU.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Hadiyanto mengatakan pihaknya masih melihat berbagai kemungkinan terkait solusi soal karut-marut di maskapai pelat merah tersebut.
"Informasi ke PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) juga belum dengar, mungkin itu 1 atau 2 kreditur. Kita belum ada informasi dan pemberitahuan resmi dari Merpati," kata Hadiyanto.
Dia menegaskan pihaknya mestinya mengetahui terlebih dulu rincian PKPU itu. "Kan PKPU itu kesepakatannya di antara kreditur untuk apa. Nah ini belum jelas PKPU isinya apa," ungkapnya.
Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan pihaknya akan mengajukan PKPU untuk menyelesaikan utang pada pihak swasta dengan nilai sekira Rp2 triliun. "Yang swasta ini berunding dengan 1.000 pihak karena itu direksi akan ke PKPU," katanya.
Meski demikian jika dia enggan menjelaskan lebih lanjut terkait langkah pelunasan utang yang menggunung di tubuh Merpati. Hadiyanto menuturkan ihwal ini dikaji oleh Direktorat Sistem Manajemen Investasi (SMI).
"Apakah direstrukturisasi seperti apa itu dikaji oleh direktorat SMI atau komite pengarah restrukturisasi," kata Hadiyanto.
Padahal sebelumnya, Direktorat Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan perkara ini ditangai oleh DJKN. "Saya belum dapat info bagaimana masukan DJKN [pada BUMN soal Merpati]," ungkapnya.
Saat ini Merpati menganggung utang hingga Rp7,9 triliun pada pemerintah, BUMN, dan swasta. Untuk melunasinya salah satu opsi yang diambil adalah dengan konversi utang menjadi saham.
Namun, kata Dahlan, langkah itu perlu persetujuan dari kemenkeu dan DPR yang bisa memakan waktu panjang.
Jikalau konversi itu disetujui, Merpati masih punya PR untuk merapikan buku keuangannya. Pasalnya saat ini kinerja maskapai itu jeblok dan menorehkan rugi hingga Rp7,2 triliun. Hal ini membuat nilai sahamnya menjadi negatif.
Untuk mengatasi hal itu, kata Dahlan, Merpati harus melakukan quasi reorganisasi agar kerugian yang menggunung itu tak tampak dan memperbaiki posisi dan nilai saham perseroan. Hal ini pun perlu persetujuan dari kemenkeu dan DPR. "Bisa dibayangkan betapa sulit dan lamanya," ucap Dahlan.
Terakhir, barulah bisa dilakukan kerja sama operasi (KSO) dengan pihak lain untuk membenahi kinerja perusahaan tersebut.