Bisnis.com, JAKARTA--Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo belum mau menyebutkan rasio pasti yang akan diatur oleh BI.
"Utang luar negeri (ULN) itu tentu ingin diyakini dapat dijalankan dengan sehat dan BI memang ada beberapa aspek yang akan dikendalikan," ungkapnya, Senin (15/9/2014).
Ada 3 tujuan otoritas moneter yang melandasi disusunnya kebijakan ini. Pertama, memastikan tak ada resiko ketidaksesuaian (mismatch) yang berlebihan karena perbedaan nilai mata uang.
Kedua, menjaga likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya membayar cicilan atau saat jatuh tempo tiba.
Ketiga, memastikan keamanan jangka waktu pendanaan dengan durasi proyek yang dibiayai. "Kalau seandainya waktu proyeknya panjang sedangkan sumber dananya pendek itu akan bisa membuat resiko," ungkapnya.
Saat ditanya detail ketentuan terkait tenggat waktu ketersediaan valuta asing sebelum jatuh tempo pembayaran, Agus enggan berkomentar. BI, ujarnya, hanya ingin memastikan ULN swasta tak mengganggu stabilitas ekonomi nasional.
Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Mirza Adityaswara mengatakan BI sudah mempunyai perhitungan tentang hal itu. "Oh udah ada tentang rasionya, udah ada nanti dong," ungkapnya.
Dia mengatakan saat ini BI tinggal melakukan finalisasi terhadap aturan tersebut. Namun, saat ditanya persisnya pada Agus, dia enggan menjawabnya.
Nantinya tingkat rasio itu akan menjadi acuan yang memberi gambaran keamanan dan kesehatan valas korporasi.
Per Juni 2014 BI mencatat kenaikan ULN menjadi US$284,9 miliar. Peningkatan itu terutama disumbang oleh tingginya pinjaman luar negeri swasta yang mencapai US$151,2 miliar atau sekitar 54% dari total ULN.