Bisnis.com, JAKARTA—Sejumlah pengusaha pembiayaan alat berat masih meyakini bahwa sektor ini tidak akan mencatatkan pertumbuhan signifikan, bahkan tertekan lebih dalam pada tahun depan.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno memperkirakan pembiayaan industri alat berat menurun 25%-30% tahun ini, dan terus tertekan pada tahun depan menjadi 10%.
Sebagaimana diketahui, industri pertambangan merupakan tonggak utama di sektor pembiayaan alat berat. Namun, harga komoditas, terutama, batu bara, dan kelapa sawit terus mencatatkan pelemahan sehingga berpengaruh terhadap rencana ekspansi industri ini.
Padahal, tambah Suwandi, industri pertambangan berkontribusi maksimal terhadap akselerasi pembiayaan alat berat, di bawah sektor konstruksi, kehutanan, dan perkebunan.
Jika dirinci, nilai pembiayaan industri pertambangan masih besar, tetapi jumlah unit yang terjual justru semakin berkurang.
“Pada tahun ini, sektor konstruksi mulai menggeliat di tengah meningkatnya pembangunan infrastruktur misalnya jalan. Sayangnya, peningkatan di konstruksi belum bisa mengejar penurunan di pertambangan,” ungkapnya di Jakarta, baru-baru ini.
Untuk menyiasati pelemahan industri pertambangan, Suwandi dan beberapa pelaku industri pembiayaan lainnya tengah menunggu rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 84/2006 tentang aturan main perusahaan pembiayaan menjadi peraturan OJK.
Melalui pengubahan aturan tersebut, industri pembiayaan yang berkutat pada pembiayaan konsumen, sewa guna usaha (SGU), dan anjak piutang dapat memperluas aktivitas pembiayaannya.