Bisnis.com, DEPOK--PT Bank DBS Indonesia memperkirakan butuh waktu sekitar 2 tahun supaya penerapan hedging (lindung nilai) menjadi masif di Tanah Air.
Benny Aroeman, Senior Vice President Sales Head Treasury & Market PT DBS Indonesia, mengatakan banyak pelaku industri termasuk BUMN sudah lama tidak familiar dengan hedging sehingga butuh waktu untuk sosialisasi.
"Kemungkinan tidak dalam waktu dekat, masih butuh 1 atau 2 tahun lagi. Demand hedging besar, jumlahnya bisa kita lihat dari total pindajaman luar negeri," ujarnya di Depok, Rabu (24/9/2014).
Benny mengatakan beberapa hal yang masih perlu didiskusikan oleh lembaga yang berminat hegding antara lain besaran pinjaman yang akan dilindungi melalui hedging, durasi waktu hedging, dan peningkatan pemahaman jajaran direksi lembaga yang berminat hedging.
Seperti diketahui, baru-baru ini Bank Indonesia bersama dengan Kementerian Keuangan dan BPK mengeluarkan standart operating procedur (SOP) bagi BUMN untuk menajemen resiko transaksi lindung nilai. BI dan Kemenkeu mendorong BUMN untuk melakukan hadging guna meminimalisir risiko kerugian akibat rupiah yang fluktuatif.
BI menyebutkan 67% dari total utang luar negeri (ULN) miliki korporasi dan BUMN yang pada Juni tercatat sebesar U$D131,7 miliar tidak melakukan hedging. Benny mengatakan kalangan perbankan juga masih perlu mendalami hedging.
Pasalnya, hingga sejauh ini belum banyak perbankan yang mampu melayani hedging dalam jumlah besar. Belum semua Bank. Namun, saya yakin kalangan perbankan pasti melirik potensi hedging ini setelah BI keluarkan SOP kemarin, paparnya.