Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investor Berburu Pinjol Bermodal Cekak saat 12 Fintech P2P Lempar 'Handuk'

OJK menetapkan modal minimal Rp12,5 miliar untuk fintech P2P lending pada 2025, memicu 12 pinjol mencari investor atau merger.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agusman./Arsip OJK
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agusman./Arsip OJK

Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan menetapkan syarat modal minimal pada industri fintech peer-to-peer (P2P) lending sebesar Rp12,5 miliar pada akhir Juni 2025, sehingga membuat 12 entitas pinjaman online (pinjol) lempar handuk putih.

Perusahaan pinjaman daring (pindar) yang tidak lolos seleksi modal minimal itu kini diburu calon investor. Pasalnya, OJK melakukan moratorium pengajuan izin baru pendirian perusahaan pinjol.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman mengungkapkan hingga Juli 2025 sebanyak 12 perusahaan P2P lending belum memenuhi syarat modal minimal.

“Dari 12 perusahaan itu, sebanyak 2 perusahaan akan merger, 10 perusahaan sudah menyerahkan action plan. Dari action plan itu kebanyakan akan mencari investor baru,” katanya dalam diskusi dengan media di Jakarta, Selasa (22/7/2025).

Hingga saat ini terdapat 96 perusahaan pindar resmi yang ada di Indonesia. Menurut Agusman, sejumlah investor memanfaatkan ketentuan modal minimal untuk diakuisisi, karena otoritas tidak menerbitkan izin baru perusahaan P2P lending.

“Sudah ada beberapa investor untuk due diligence [uji tuntas]. Kita tunggu saja hasilnya,” katanya.

Berdasarkan data OJK, hingga Mei 2025 aset P2P lending tercatat sebesar Rp9,67 triliun, melesat 32,17% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan aset ditopang oleh pertumbuhan pendanaan sebesar 27,93% menjadi Rp82,59 triliun.

Investor Berburu Pinjol Bermodal Cekak saat 12 Fintech P2P Lempar 'Handuk'

Adapun pendanaan untuk pinjol yang dari pemodal asal luar negeri meningkat jika dibandingkan dengan periode Mei 2024 sebesar Rp11,43 triliun menjadi Rp13,09 triliun pada Mei 2025.

Adapun rasio kesehatan (TWP90) pinjol tercatat menyusut menjadi 3,19%. Penurunan ini disebabkan kemampuan platform dalam memfasilitasi penyaluran pinjaman terhadap pendanaan yang masuk sehingga berpengaruh pada TWP90.

“Termasuk karena kualitas credit scoring kepada calon penerima pinjaman dan kualitas proses collecting pinjaman yang sedang berjalan,” kata Agusman.

Namun, Agusman optimistis industri P2P lending akan tetap tumbuh positif hingga akhir 2025. “Karena didukung dengan penguatan antara lain pengaturan dan pengawasan pindar, meskipun menghadapi berbagai tantangan seperti risiko kredit serta dinamika global,” paparnya.

Tantangan Pemenuhan Modal Pinjol

Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyatakan tantangan pemenuhan modal semakin besar di tengah tekanan fenomena tech winter dan buruknya citra pinjol akibat kasus gagal bayar.

“Mereka juga secara tidak langsung didorong oleh OJK untuk merger ataupun akuisisi. Ketika persyaratan modal tidak terpenuhi, ya salah satu jalannya adalah melakukan merger dengan perusahaan sejenis atau mereka diakuisisi oleh perusahaan digital lainnya untuk menambah modal,” kata Huda.

Menurutnya, tren konsolidasi ini akan berdampak pada berkurangnya jumlah pemain di sektor pinjol, tetapi memperkuat sisi permodalan dan efisiensi operasional perusahaan.

"Namun demikian, kondisi saat ini sulit mencari investor di tengah kondisi suku bunga tinggi. Maka yang paling rasional adalah merger. Dengan merger, tentu jumlah perusahaan pinjaman daring akan berkurang karena moratorium juga masih berlaku," terangnya.

Investor Berburu Pinjol Bermodal Cekak saat 12 Fintech P2P Lempar 'Handuk'

Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti Soeryaningrum Agustin menilai proses merger cenderung lebih kompleks dibandingkan perolehan investasi langsung.

"Merger ini mungkin butuh waktu lama untuk bisa melebur menjadi satu perusahaan. Mungkin tidak cukup 1 tahun, bisa lebih dari 2 tahun. Kalau suntikan investor, ini lebih mudah. Tapi kan untuk bisa menggaet investor untuk mau suntik modal ke perusahaan agak sulit dengan ketidapkastian kondisi ekonomi seperti ini," ujar Esther.

Agusman menyampaikan otoritas akan terus mendorong penguatan industri P2P lending di Indonesia. Opsi untuk penambahan modal menurutnya masih sangat terbuka untuk menyaring pinjol berkualitas.

“Seperti perbankan, dilakukan penambahan modal secara bertahap,” ujarnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hendri T. Asworo
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro