Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan terdapat tiga provinsi di Indonesia dengan tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) rendah untuk layanan P2P lending atau pinjaman online (pinjol).
Pada industri P2P lending, kredit macet jadi permasalahan yang harus dihindari dengan menerapkan mitigasi risiko ketat. Jika jatuh tempo, umumnya perusahaan menerapkan skema tingkat wanprestasi 90 hari (TWP 90).
Skema itu digunakan untuk mengukur presentase pinjaman yang tidak dibayarkan oleh peminjam dalam rentang waktu lebih dari 90 setelah tanggal jatuh tempo, sehingga peminjam dapat menghitung rasio kredit macet dalam industri fintech.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK OJK Agusman menyampaikan ada tiga provinsi yang memiliki perkembangan outstanding pendanaan besar dengan TWP90 rendah per Mei 2025.
"Per Mei 2025, provinsi yang memiliki perkembangan outstanding pendanaan besar dengan TWP90 rendah yaitu Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah," ujarnya dalam jawaban tertulis pada Selasa (8/7/2025).
Secara rinci, pertama, Maluku Utara dengan pertumbuhan pendanaan 152,76% YoY dan TWP90 hanya sebesar 0,87%. Kedua, Sulawesi Tenggara memiliki pertumbuhan pendanaan sebesar 98,36% YoY dengan TWP90 1,59%. Lalu, ketiga, Sulawesi Tengah dengan pertumbuhan pendanaan sebesar 58,02% YoY dengan tingkat TWP90 1,68%.
Baca Juga
Masih berdasarkan data OJK, secara industri TWP90 per Mei 2025 berada pada posisi 3,19%. OJK mencatat sebanyak 23 penyelenggara pinjaman memiliki TWP90 lebih dari 5%, meningkat 1 penyelenggara dibandingkan bulan April 2025.
"Peningkatan TWP90 disebabkan antara lain adanya peningkatan pendanaan yang bermasalah. Namun demikian, TWP90 industri pindar [pinjaman daring] masih dalam level yang terjaga di bawah 5%," tambah Agusman.
Agus menjelaskan terjaganya TWP90 secara keseluruhan karena adanya langkah konkret dari OJK sehingga industri pinjaman dapat terjaga. Dia menambahkan jika OJK telah melakukan penguatan proses elektronik Know Your Customer dan kredit scoring, penguatan internal control, pengawasan Dewan Komisaris sehingga menekan fraud pada perusahaan.
Selain itu, dia melakukan pengetatan regulasi dengan memberikan sanksi kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran. Dia optimistis jika ini direalisasikan secara baik akan memberikan pertumbuhan positif bagi industri pinjaman.