Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta memperketat pengawasan terhadap perusahaan P2P lending atau pinjaman online (pinjol) yang memiliki kredit macet (TWP90) di atas 5%. Apalagi, secara regulasi pinjol dengan kredit macet tinggi masih diizinkan menyalurkan pinjaman baru meski harus dalam pengawasan.
Heru Sutadi, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute menilai kebijakan yang memperbolehkan pinjol menyalurkan pinjaman dan menerima pendanaan lender baru meski punya kredit macet memang di satu sisi dapat meminimalkan risiko dengan memaksa pinjol memperbaiki manajemen risiko dan menekan TWP90.
"Namun, kebijakan tersebut tetap menimbulkan kekhawatiran dan ada potensi berbahaya karena TWP90 di atas 5% menandakan tingkat kredit macet yang tinggi, yang berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar jika tidak dikelola baik," kata Heru kepada Bisnis, Senin (14/7/2025).
Bagi konsumen dan lender, menurutnya kebijakan yang diatur di dalam POJK 40/2024 tersebut bisa dianggap berisiko, terutama jika perusahaan pinjol gagal memperbaiki kinerja. Tanpa transparansi memadai atau sanksi tegas yang cepat, kepercayaan lender bisa menurun.
"Oleh karena itu, OJK perlu memastikan pengawasan efektif, seperti audit rutin dan batasan ketat, untuk mencegah eskalasi risiko gagal bayar yang dapat merugikan konsumen dan lender," tegasnya.
Dalam pengawasan OJK terhadap perusahaan pinjol dengan TWP90 di atas 5%, OJK juga dapat memberikan sanksi berupa pembatasan operasional penyaluran pinjaman. Menurut Heru, hal ini juga bisa saja menjadi salah satu sebab mengapa outstanding pinjaman industri P2P lending tumbuh melambat pada Mei 2025.
Baca Juga
Menurutnya, pembatasan penyaluran pinjaman oleh OJK pada pinjol bermasalah dapat menekan aktivitas operasional, sehingga memperlambat laju penyaluran.
Faktor lain yang menurutnya menyebabkan pertumbuhan pinjaman melambat adalah permintaan pasar yang memang turun, atau adanya kehati-hatian perusahaan pinjol yang lebih konservatif.
Heru melanjutkan, perusahaan pinjol dengan TWP90 di atas 5% memiliki pekerjaan rumah yang banyak. Selain harus menekan tingkat wanprestasi di bawah ambang batas, mereka juga harus memulihkan kepercayaan lender. Lender cenderung memilih platform pinjol dengan TWP90 rendah karena risiko gagal bayar lebih kecil sehingga menawarkan keamanan investasi.
Sedangkan dari kaca mata borrower, Heru menilai pinjol yang sehat menawarkan proses pinjaman yang lebih terpercaya dan stabil. Saat pinjol lain dengan TWP90 di atas 5% menghadapi pembatasan penyaluran dari OJK, perusahaan pinjol dengan kinerja yang lebih baik mendapat peluang emas untuk melakukan ekspansi pasar.
"Mereka dapat menarik lebih banyak lender dan borrower yang mencari platform aman, meningkatkan pangsa pasar. Tapi dari itu semua, ekspansi ini harus diimbangi dengan manajemen risiko yang ketat agar TWP90 tetap rendah," ujarnya.
Dengan kondisi industri yang semakin berkembang, Heru menilai persaingan pasar akan mendorong perusahaan pinjol yang sehat untuk terus berinovasi, seperti menawarkan suku bunga kompetitif atau produk pinjaman baru. Tetapi, Heru memperingatkan mereka juga harus waspada terhadap potensi tekanan pasar jika kondisi ekonomi memburuk yang bisa mempengaruhi kualitas kredit secara keseluruhan.
"Sebab, dengan kejadian Investree dan lainnya, kepercayaan lender, investor pada pindar atau pinjol sebenarnya menurun," pungkasnya.