Bisnis.com, JAKARTA — Aturan mengenai kepemilikan asing kembali disoroti dalam Rancangan Undang-Undang Perbankan. Beberapa pihak mengusulkan besarannya tak perlu diatur mengingat kondisi sektor perbankan di Indonesia yang dinilai rentan akan perubahan.
Adapun, Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) memastikan akan segera membentuk panitia kerja (Panja) dengan menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membahas kembali Rancangan Undang-Undang (RUU Perbankan).
Gus Irawan Pasaribu, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI menuturkan RUU Perbankan ini merupakan salah satu prioritas yang akan digodok panja ini. Alasannya, aset industri ini telah mencapai lebih dari Rp5.000 triliun.
“Kami ingin me-review lagi. Dulu Undang-Undang ini dipaksakan oleh IMF [International Monetary Fund] saat terjadi krisis dan mereka bantu dana pemulihan, jadi dipaksa habis [penetapan UU]. Sekarang utang kita lunas ke IMF, jadi kita minta ada perubahan,” jelas Gus Irawan, Senin (24/11).
Menurut Gus Irawan, salah satu poin utama yang akan disoroti komisi XI yaitu kepemilikan asing. “Di situ posisi kita lemah dan menguntungkan asing.”
Investor asing, dinilai Gus Irawan, seharusnya tak menjadi pengendali dalam satu entitas bank. Idealnya, kepemilikan investor asing harus di bawah 50%. Namun, menurutnya dalam Panja nanti, pihaknya akan melakukan pembahasan mendalam agar tak sampai ada keguncangan di sektor perbankan jika perubahan tersebut jadi ditetapkan.
Opsi yang ditawarkan Gus Irawan, yaitu porsi kepemilikan asing atas saham bank tak berubah, namun hak suaranya tak melebihi 50%. “Jadi sahamnya boleh dimiliki, tapi hak suaranya di bawah 50%,” jelas Gus Irawan.
Sementara itu, Perhimpunan Bank Swasta Nasional (Perbanas) juga akan mengusulkan opsi untuk mengatur tentang kepemilikan asing tersebut.
Ketua Bidang Pengkajian dan Penelitian Perbanas Aviliani mengatakan pihaknya akan mengajukan agar RUU Perbankan nanti tak mengatur secara spesifik besaran kepemilikan asing. “UU Perbankan jangan terlalu teknis, tetapi lebih strategis. Untuk membahas UU itu prosesnya panjang, kalau terlalu teknis, akan sulit menyesuaikan,” ujar Aviliani ketika dihubungi Bisnis, Rabu (26/11).
Di sisi lain, Ketua Asosiasi Bank Asing (Foreign Bank Association Indonesia/FBAI) Joseph Abraham mengatakan hingga kini posisi kredit terhadap produk domestik bruto (PDB) baru mencapai 35%. Menurutnya, posisi ini jauh tertinggal dibanding Thailand dan Vietnam yang mencatatkan perbandingan kredit terhadap PDB mencapai 70%-80%.
Joseph menuturkan jika ada peraturan yang memperketat kepemilikan asing di industri perbankan, akan membatasi investor yang berniat berinvestasi di sektor tersebut.
Apalagi, Joseph mencontohkan bank asing memerankan peran penting yaitu menyediakan dana dalam valuta asing. Selain itu, menurutnya, kebanyakan kredit sindikasi diikuti bank asing. “Jadi mengapa harus dibatasi?,” ujar Joseph.