Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merekomendasikan kepada pemerintah agar bentuk sanksi terkait kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dapat direvisi.
Berdasarkan kajian, KPK menunjukkan terdapat ketidakadilan dalam pengenaan sanksi terhadap pemberi kerja. Dalam pasal 55 UU No.24/2011 tentang BPJS disebutkan pemberi kerja yang menunggak iuran terancam sanksi 8 tahun dan denda Rp1 miliar.
Sebaliknya, pemberi kerja yang tidak melaksanakan kewajiban untuk mendaftarkan dirinya dan pekerja ke dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan hanya memperoleh sanksi administratif dengan tidak memperoleh pelayanan publik.
“Hal ini tentu tidak memenuhi rasa keadilan serta tidak mendorong para pemberi kerja yang belum mendaftar untuk mendaftarkan diri dan pekerjanya dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan karena risiko ancaman sanksi bila melanggar kewajiban mendaftar lebih ringan dibandingkan ancaman sanksi pidana menunggak iuran,” tulis KPK dalam keterangan resminya, Selasa (16/12).
Oleh karena itu, KPK menyarankan agar pemerintah mengusulkan revisi UU BPJS kepada DPR mengenai ketentuan sanksi kepada pemberi kerja atau perusahaan terkait kewajiban pendaftaran program jaminan sosial ketenagakerjaan dan kewajiban pembayaran iuran.
“Sanksi pidana sebaiknya juga dikenakan bagi pemberi kerja atau perusahaan yang tidak mendaftarkan diri dan pekerjanya pada program jaminan sosial ketenagakerjaan,” tulis KPK.