Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DJSN Kaji Kenaikan Iuran Pekerja Bukan Penerima Upah

Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) tengah mengkaji untuk menaikkan iuran pekerja bukan penerima upah (PBPU) pada tahun ini.
Pekerja pabrik menyelesaikan proses produksi sepatu. /WD-Bisnis.com
Pekerja pabrik menyelesaikan proses produksi sepatu. /WD-Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA—Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) tengah mengkaji untuk menaikkan iuran pekerja bukan penerima upah (PBPU) pada tahun ini.

Adapun, iuran yang diusulkan bervariasi, mulai dari kelas I sebesar Rp69.000, kelas II Rp55.500, dan kelas III yaitu Rp35.500.

Berbeda dengan kenaikan iuran penerima bantuan iuran (PBI) yang membutuhkan pembahasan lebih lanjut dengan pemerintah karena menggunakan APBN, kenaikan iuran PBPU hanya membutuhkan landasan hukum yaitu dengan merevisi Peraturan Presiden No 111 Tahun 2013. 

“Revisi sudah memasuki tahapan harmonisasi antar kementerian. Kami mengharapkan itu [revisi] dapat selesai dalam satu bulan ke depan,” kata Ketua DJSN Chazali Husni Situmorang ketika dihubungi Bisnis.com, Minggu (22/2/2015).

Menurutnya, pihaknya sedang menyelesaikan draf Perpres yang baru untuk mengganti Perpres No 111 Tahun 2013. Jika revisi sudah selesai, maka pemerintah harus membuat peraturan turunannya yaitu Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes).

Selain menaikkan besaran iuran bagi PBPU, revisi Perpres itu juga akan mengubah sejumlah pasal terkait manfaat pelayanan, masa aktivasi peserta, fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), fasilitas kesehatan tingkat lanjutan (FKTL), dan model tarif.

Beleid yang cukup menarik perhatian adalah perpanjangan masa tunggu dari semula hanya 7 hari menjadi 3 bulan. Perpanjangan masa aktivasi merupakan keharusan untuk mencegah potensi pembengkakan klaim.

Seperti diketahui, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diinisiasi oleh pemerintah merupakan hak bagi semua warga negara Indonesia. Sayangnya, sebagian besar masyarakat memang belum mengerti konsep asuransi sosial yang dijalankan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Akibatnya, masyarakat mengalami eforia dalam memanfaatkan program JKN tersebut dan timbullah fenomena insurance effect. Fenomena ini merujuk pada perilaku masyarakat yang cenderung mendaftar ke BPJS Kesehatan dalam kondisi sakit sehingga menyebabkan lonjakan biaya manfaat.   

Berdasarkan data BPJS Kesehatan, rasio klaim mencapai 103,8% pada tahun lalu dan lembaga yang dulunya bernama PT Askes ini menargetkan rasio klaim menyusut menjadi 98,25% pada tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper