Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tolak Kelas Rawat Inap Standar, Forum Buruh Minta Prabowo Kaji Ulang Kebijakan

Penolakan terkait Kelas Rawat Inap Standar disampaikan langsung kepada DJSN dalam sebuah forum dialog yang juga dihadiri oleh sejumlah tokoh pekerja.
(dari kiri ke kanan) Ketua Institute Hubungan Industrial Indonesia Saepul Tavip, Ketua DJSN Nunung Nuryartono, Koordinator Forum Jamsos Jusuf Rizal/Bisnis-Pernita H. Untari
(dari kiri ke kanan) Ketua Institute Hubungan Industrial Indonesia Saepul Tavip, Ketua DJSN Nunung Nuryartono, Koordinator Forum Jamsos Jusuf Rizal/Bisnis-Pernita H. Untari

Bisnis.com, JAKARTA — Forum Jaminan Sosial (Jamsos) pekerja dan buruh yang terdiri dari lintas federasi dan konfederasi serikat pekerja menyampaikan penolakan terhadap kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024, khususnya pasal 46 ayat 7. 

Penolakan itu disampaikan langsung kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dalam sebuah forum dialog yang juga dihadiri oleh sejumlah tokoh pekerja.

Koordinator Forum Jamsos Jusuf Rizal menyampaikan bahwa kebijakan KRIS dinilai bertentangan dengan prinsip keadilan dan gotong royong yang selama ini menjadi dasar sistem jaminan sosial nasional.

Satu, ruang perawatan yang bertentangan dengan prinsip keadilan buat kami, gotong royong. Terus yang kedua, kami minta kepada Presiden RI Prabowo Subianto agar mengkaji ulang berbagai kebijakan-kebijakan yang menyangkut masalah jaminan sosial,” kata Jusuf ditemui usai pertemuan tersebut di Jakarta pada Rabu (21/5/2025). 

Dia juga menyoroti potensi beban biaya tambahan bagi BPJS Kesehatan, jika kebijakan KRIS tetap dijalankan. Jusuf meminta pemerintah fokus dalam mengamankan dana-dana BPJS Kesehatan untuk bisa mengcover serta memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat.

Jusuf mengingatkan bahwa apabila aspirasi buruh diabaikan, mereka siap mengambil langkah konstitusional. “Kalau dipaksakan, kita main. Kita mainkan. Turun lapangan kita, menolak. Ada cara-cara konstitusional yang bisa kita lakukan. Don’t worry,” tutup Jusuf.

Senada dengan Jusuf, Ketua Institute Hubungan Industrial Indonesia Saepul Tavip menilai kebijakan KRIS lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya, khususnya bagi kalangan buruh yang saat ini menggunakan layanan kelas 1 dan 2. 

“Itu lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Dan implikasinya luar biasa terhadap kalangan buruh yang selama ini berada di kelas 1 dan kelas 2. Kalau disamaratakan nanti, itu akan mengalami downgrade,” kata Tavip.

Dia menyarankan agar pemerintah justru memperbaiki fasilitas yang belum memadai, bukan menurunkan kualitas layanan yang sudah baik.

“Kalau pemerintah berniat upgrade ruang rawat inap, ya harusnya memperbaiki yang lemah itu, yang kurang itu diperbaiki, di-upgrade. Jangan yang sudah baik mengalami downgrade. Itu yang kami tolak,” tegasnya.

Menanggapi aspirasi tersebut, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Nunung Nuryartono mengatakan bahwa pihaknya menerima dengan terbuka semua masukan dari para pemangku kepentingan, termasuk dari Forum Jamsos pekerja dan buruh.

“Jadi, tentu sebagai satu dewan yang diberikan tugas dan amanah oleh undang-undang, maka kami menerima setiap masukan, setiap apa yang disampaikan oleh seluruh pemangku kepentingan di dalam upaya untuk semakin meningkatkan mutu layanan perbaikan dan sistem perlindungan sosial di Indonesia, khususnya jaminan sosial,” ujar Nunung.

Dia menegaskan bahwa DJSN akan berusaha agar keputusan soal KRIS bisa tercapai sebelum 1 Juli 2025. “Kami berharap sebelum 1 Juli itu sudah ada keputusan,” tambahnya.

Mulai 1 Juli 2025, sistem kelas rawat inap di BPJS Kesehatan akan berubah menjadi sistem KRIS. Artinya kelas 1, 2, dan 3 akan digantikan dengan sistem standar yang sama untuk semua peserta. Dalam penerapan KRIS, satu ruangan hanya boleh diisi maksimal 4 tempat tidur.

Selain itu, berdasarkan Pasal 46 A Perpres) Nomor 59 Tahun 2024, kriteria fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan KRIS terdiri atas komponen bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi, ventilasi udara, pencahayaan ruangan, kelengkapan tempat tidur, nakas per tempat tidur, temperatur ruangan, ruang rawat dibagi berdasarkan jenis kelamin, anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau noninfeksi, kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur, tirai/partisi antar tempat tidur, kamar mandi dalam ruangan rawat inap, kamar mandi memenuhi standar aksesibilitas, dan outlet oksigen.  

Penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan KRIS tidak berlaku untuk pelayanan rawat inap untuk bayi atau perinatologi, perawatan intensif, pelayanan rawat inap untuk pasien jiwa, serta perawatan yang memiliki fasilitas khusus.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper