Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Jaminan Sosial Nasinal (DJSN) mencatat nominal pending klaim dan dispute klaim BPJS Kesehatan pada 2024 melesat dibanding tahun sebelumnya.
Per akhir 2024, biaya pending klaim tercatat sebesar Rp5,92 triliun atas 3,69 juta kasus. Posisinya melesat dibanding pending klaim periode 2023 dengan nominal sebesar Rp2,16 triliun atas 523.515 kasus.
Di sisi lain, jumlah dispute klaim pada 2024 tercatat sebesar Rp216,43 miliar atas 45.960 kasus, meningkat dibanding dispute klaim pada periode 2023 sebesar Rp135,36 miliar atas 30.686 kasus.
Direktur BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menjelaskan klaim pending merupakan klaim hasil verifikasi yang memerlukan konfirmasi kepada pihak fasilitas kesehatan.
Dia menjabarkan, alasan BPJS Kesehatan melalukan pending klaim paling banyak adalah karena konfirmasi kode diagnosa atau prosedur yang tidak tepat, tidak sesuai kaidah pengkodean klisnis. Faktor ini mencapai 29,43% dari total pending klaim.
"Berikutnya 19,54% karena indikasi kondisi kunjungan rawat jalan berulang. Ketiga karena konfirmasi kode diagnosa atau prosedur tidak tepat, tidak didukung bukti pelayanan, ini 14,50%," kata Ghufron dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI, Senin (26/5/2025).
Baca Juga
Alasan keempat pending klaim adalah konfirmasi indikasi kunjungan atau indikasi tindakan sebesar 6,96%. Alasan terakhir adalah konfirmasi indikasi rawat inap tidak tepat, porsinya sebesar 5,34%.
Ghufron memaparkan bahwa memasuki kuartal I/2025 ini ada indikasi presentase pending klaim membaik, ditinjau dari mengecilnya proporsi biaya klaim pending terhadap realisasi biaya pelayanan kesehatan yang dibayarkan BPJS Kesehatan.
Pada posisi per Desember 2024, proporsi biaya klaim pending secara komulatif tercatat sebesar 3,38% dan mengecil menjadi 1,83% pada April 2025.
Apabila dibedah berdasarkan presentase besaran pending klaim yang terjadi di setiap fasilitas kesehatan, presentase pending klaim 0-15% meningkat dari jumlah kasus yang terjadi di 2.522 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) pada Desember 2024 menjadi 2.741 FKRTL pada April 2025.
Sementara, untuk presentase pending klaim besar di atas 15%, kasusnya turun dari 488 FKRTL pada Desember 2024 menjadi 262 FKRTL pada April 2025.
"Kami yakin akan selesai nanti kalau banyak ketemu. Pending klaim itu gampang sebetulnya, hal-hal yang administratif tinggal dipenuhi saja. Kalau tidak, jadi persoalan," kata Ghufron.
Berbeda dengan pending klaim, dispute klaim adalah klaim hasil verifikasi yang memerlukan penyelesaian lebih lanjut sesuai ketentuan yang berlaku dan disepakati fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan.
Ghufron memaparkan alasan dispute klaim paling banyak karena ketidaksepakatan masalah medis (62,6% dari total kasus), ketidaksepakatan kaidah pengkodean klinis (32,8%), dan karena faktor ketidakpastian penetapan kasus dengan penjamin lain (4,6%).
Berbeda dengan kasus pending klaim, Ghufron memaparkan rasio dispute klaim terhadap total realisasi biaya pelayanan kesehatan yang dibayar BPJS Kesehatan justru membesar.
Sampai akhir Desember 2024, biaya dispute klaim sebesar Rp216,44 miliar atau 0,12% dibanding total biaya pelayanan kesehatan. Pada posisi April 2025, biaya dispute klaim menjadi Rp325,62 miliar atau 0,14% dari total biaya pelayanan kesehatan.
"Jadi tidak sampai 1%. Proporsi biaya dispute rata-rata 0,14% dari total biaya. Artinya kecil, mungkin dari rumah sakit kalau satu rumah sakit bisa dianggap besar. Tapi secara keseluruhan ini kecil. Yang agak besar pending klaim, tapi trennya mengecil dan bisa diselesaikan," pungkasnya.